Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UMP 2022 Naik di Bawah Rp 40.000, KSPI dan Afiliasinya Berencana Mogok Nasional

Kompas.com - 17/11/2021, 11:15 WIB
Vitorio Mantalean,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Serikat buruh protes keras atas rencana upah minimum provinsi (UMP) yang hanya akan naik dengan rata-rata nasional 1,09 persen pada 2022.

Dengan kenaikan yang jauh dari signifikan ini, mogok nasional sangat mungkin dilakukan. Hal itu diungkapkan oleh Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat.

“Aspek Indonesia sebagai federasi serikat pekerja afiliasi KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia) mendukung penuh rencana KSPI yang akan melakukan mogok nasional secara konstitusional untuk menolak penetapan UMP 2022 yang tidak manusiawi,” ungkap Mirah melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (17/11/2021).

Baca juga: Pemprov DKI: UMP Jakarta 2022 Ada Kenaikan, Tunggu Saja 19 November

“Ini semakin membuktikan bahwa pemerintah tidak mampu memberikan kehidupan yang layak kepada rakyatnya,” ia menambahkan.

Mirah menyatakan, protes keras terhadap pemerintah yang menetapkan kenaikan UMP 2022 berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Peraturan itu dianggap justru bertentangan dengan UU Cipta Kerja. Padahal, UU Cipta Kerja sudah menunjukkan posisi yang tidak menguntungkan bagi kalangan buruh dan pro-pengusaha.

Baca juga: Usai Pertemuan, KSPI: Pemprov DKI Akan Berusaha Naikkan UMP 2022

“Dalam UU Cipta Kerja kenaikan upah minimum dihitung hanya berdasar variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi (bukan akumulasi). Namun, dalam PP No 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, ada tambahan formula baru yang ditetapkan sepihak oleh pemerintah, yang tidak diatur dalam UU Cipta Kerja, yaitu penyesuaian nilai upah minimum ditetapkan dalam rentang nilai batas atas dan batas bawah,” kritik Mirah.

Ia menjelaskan, nilai batas atas upah minimum dihitung berdasarkan rata-rata konsumsi per kapita, rata-rata banyaknya anggota rumah tangga, dan rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja pada setiap rumah tangga.

Sementara itu, nilai batas bawah upah minimum dihitung dari batas atas upah minimum dikalikan 50 persen.

Baca juga: Protes Buruh: UMP 2022 Naik Cuma Rp 14.032

Dari hasil penghitungan itu, kenaikan UMP tertinggi terjadi di DKI Jakarta. Kenaikannya pun hanya Rp 37.538 dibandingkan UMP 2021. Di Jawa Tengah, hasil penghitungan yang sama menunjukkan bahwa UMP 2022 hanya naik Rp 14.032 dibandingkan tahun lalu.

“Formula baru rentang nilai batas atas dan batas bawah dalam PP No 36 Tahun 2021 inilah yang membuat kenaikan upah minimum 2022 hasilnya justru di bawah inflasi ataupun pertumbuhan ekonomi. Padahal, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi tertinggi didapat oleh Maluku Utara dengan kenaikan 12,76 persen. Inflasi tertinggi Bangka Belitung 3,29 persen,” tambah Mirah.

“Ini sangat memalukan di tengah kondisi rakyat yang semakin sulit dan daya beli masyarakat yang semakin rendah. Rakyat dipaksa untuk terus miskin. Apalagi pada tahun 2020 yang lalu, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah telah memutuskan untuk tidak menaikkan upah minimum tahun 2021,” tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Buka Pendaftaran PPK Pilkada DKI 2024, KPU Butuh 220 Orang untuk TPS di 44 Kecamatan

Buka Pendaftaran PPK Pilkada DKI 2024, KPU Butuh 220 Orang untuk TPS di 44 Kecamatan

Megapolitan
2 Pria Dikepung Warga karena Diduga Transaksi Narkoba, Ternyata Salah Paham

2 Pria Dikepung Warga karena Diduga Transaksi Narkoba, Ternyata Salah Paham

Megapolitan
Hasil Tes Urine Negatif, Anggota Polres Jaktim Dibebaskan Usai Ditangkap dalam Pesta Narkoba

Hasil Tes Urine Negatif, Anggota Polres Jaktim Dibebaskan Usai Ditangkap dalam Pesta Narkoba

Megapolitan
Terungkap, Wanita Hamil Bersimbah Darah di Kelapa Gading Tewas akibat Menggugurkan Janinnya Sendiri

Terungkap, Wanita Hamil Bersimbah Darah di Kelapa Gading Tewas akibat Menggugurkan Janinnya Sendiri

Megapolitan
Ketakutan Pengemudi 'Online' Antar-Jemput Penumpang di Terminal Kampung Rambutan

Ketakutan Pengemudi "Online" Antar-Jemput Penumpang di Terminal Kampung Rambutan

Megapolitan
Akibat Pipa Bocor, Warga BSD Alami Gangguan Air Mati sejak Senin Dini Hari

Akibat Pipa Bocor, Warga BSD Alami Gangguan Air Mati sejak Senin Dini Hari

Megapolitan
KPU Buka Pendaftaran PPK Buat Pilkada DKI 2024, Ini Tahapan dan Syaratnya

KPU Buka Pendaftaran PPK Buat Pilkada DKI 2024, Ini Tahapan dan Syaratnya

Megapolitan
Serangan Mendadak ODGJ pada Pemilik Warung di Koja, Korban Kaget Tiba-tiba Didatangi Orang Bergolok

Serangan Mendadak ODGJ pada Pemilik Warung di Koja, Korban Kaget Tiba-tiba Didatangi Orang Bergolok

Megapolitan
Polisi: Pria yang Ditemukan Tewas di Apartemen Tebet Diduga karena Sakit

Polisi: Pria yang Ditemukan Tewas di Apartemen Tebet Diduga karena Sakit

Megapolitan
Tanda Tanya Tewasnya Wanita Hamil di Ruko Kelapa Gading...

Tanda Tanya Tewasnya Wanita Hamil di Ruko Kelapa Gading...

Megapolitan
Waswas Penonaktifan NIK Warga Jakarta, Jangan Sampai Bikin Kekisruhan

Waswas Penonaktifan NIK Warga Jakarta, Jangan Sampai Bikin Kekisruhan

Megapolitan
Mau Jadi Cawalkot Depok, Sekda Supian Suri Singgung Posisinya yang Tak Bisa Buat Kebijakan

Mau Jadi Cawalkot Depok, Sekda Supian Suri Singgung Posisinya yang Tak Bisa Buat Kebijakan

Megapolitan
Menguak Penyebab Kebakaran Toko 'Saudara Frame' yang Memerangkap Tujuh Penghuninya hingga Tewas

Menguak Penyebab Kebakaran Toko "Saudara Frame" yang Memerangkap Tujuh Penghuninya hingga Tewas

Megapolitan
Kasus Bocah yang Setir Mobil Pameran hingga Tabrak Tembok Mal di Kelapa Gading Berujung Damai

Kasus Bocah yang Setir Mobil Pameran hingga Tabrak Tembok Mal di Kelapa Gading Berujung Damai

Megapolitan
Tak Beda Jauh Nasib Jakarta Setelah Jadi DKJ, Diprediksi Masih Jadi Magnet Para Perantau dan Tetap Macet

Tak Beda Jauh Nasib Jakarta Setelah Jadi DKJ, Diprediksi Masih Jadi Magnet Para Perantau dan Tetap Macet

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com