DEPOK, KOMPAS.com - Sadeli dan keluarganya (50) sehari-hari diselimuti ketakutan. Tidurnya tak nyenyak, keluarganya terancam. Setidaknya sebulan ke belakang, sebelum longsor hebat terjadi di sebelah rumahnya.
Sadeli sore itu terlihat berada di halaman belakang rumahnya. Ia jongkok di depan tungku kayu yang menyala. Di depannya, baskom kecil berisi nasi hampir tanak.
Suasana rumahnya sepi. Tak ada yang berani menghuni. Di samping rumahnya, jurang sedalam lebih dari 30 meter menganga. Jarak dari kamar rumahnya ke jurang kurang dari satu meter.
Di antara dua punggung bukit, ada aliran Kali Pesanggrahan. Di pinggirnya, ada bekas longsoran tanah. Beberapa warga tampak asyik memancing.
Baca juga: Tanah Longsor di Pasir Putih Sawangan Depok, Nihil Korban Jiwa
"Ini lagi masak nasi buat empan ayam," ujar Sadeli saat ditemui di kawasan Pasir Putih, Sawangan, Kota Depok, Senin lalu.
Satu minggu yang lalu, tanah di samping rumah Sadeli longsor. Tanah longsor di sebelah rumahnya terjadi saat Sadeli mengecek kandang ayam miliknya. Namun, tak dinyana kandang ayamnya sudah hancur lantaran terbawa longsor saat itu, Sabtu (13/11/2021) malam.
"Malam Sabtu saya masih tidur di sini. Pas sudah kandang ayam longsor, saya enggak berani," kata Sadeli dengan logat Betawi Depok yang kental.
Satu bulan lamanya Sadeli, istri, dan dua anaknya hidup penuh was-was. Rumahnya bisa sewaktu-waktu ikut longsor. Apalagi jika sedang hujan deras.
Anggota keluarga Sadeli sudah memilih mengungsi seminggu terakhir. Mereka memilih pindah ke rumah kontrakan yang jauh dari ancaman tanah longsor. Rumah yang mereka tempati selama 30 tahun kini berada di ujung tanduk.
"Enggak tenang, enggak nyaman. Selama ini hidup saya nyaman dan tenang, sekalipun bau dari sampah. Dengan adanya longsor ini, saya enggak tenang. Karena masalah nyawa," kata Sadeli.
Baca juga: Tanah Longsor di Pasir Putih Depok, Warga: Tinggal Tunggu Waktu Rumah Saya Roboh
Rumah Sadeli memang terlihat luas. Tanah miliknya sekitar 300 meter persegi. Namun, bagi kebanyakan masyarakat mungkin lokasi rumah Sadeli jauh dari pilihan pada umumnya.
Di sisi timur rumahnya, sampah dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung menghampar luas. Sampah sudah menggunung. Bau sampah pun menguar.
"Apabila saya tidur di dalam rumah yang tanahnya yang sudah longsor ini. Kalau saya tidur, enggak tahu. Kalau longsor, saya ketiban rumah," kata Sadeli.
Rumahnya kini sempit. Biasanya, Sadeli bersama keluarga bisa tidur terpisah di kamar-kamar yang berbeda. Sadeli mengontrak rumah di Gang Alief dengan harga Rp 1,2 juta.
Tak ada pilihan lain. Sadeli harus memikirkan keselamatan istri dan kedua anaknya. Pilihan sulit itu harus Sadeli jalani meski hidupnya kini kekurangan.