”Kalau orangtua sudah bilang, ’apa kata orang’, kok kita enggak ikut arisan, kok anaknya enggak ganti mobil padahal baru naik pangkat, jebol sudah. Mengongkosi ’apa kata orang’ itu mahal. Berapa pun penghasilannya akan terus kebobolan,” kata Ike.
Baca juga: Polisi dari Polres Jakpus Ditabrak Bandar Narkoba dalam Pengejaran di Cirebon
Ike selalu menekankan kepada klien-kliennya untuk mengatur pengeluaran secara ketat dan terperinci. Pendapatan mereka sebaiknya dialokasikan untuk beberapa pos pengeluarakan dengan skema sebagai berikut:
Pengeluaran untuk membantu orangtua dan keluarga bisa dimasukkan ke dalam pos pengeluaran produktif atau pos lain-lain, papar Ike.
”Kalau di sini naik, pengeluaran yang di sana mesti ditekan, terutama pengeluaran gaya hidup yang besar tapi jarang dihitung.”
Pemahaman semacam ini, lanjut Ike, harus dimiliki si pencari nafkah utama, orangtua, anak, adik/kakak, dan seterusnya.
Baca juga: Anies Kenang Saat Menjadi Menteri Pendidikan di Acara Jakarta Biennale 2021
Ironisnya, edukasi soal perencanaan keuangan belum luas.
”Yang terjadi sekarang, banyak orang mengalami mobilitas kelas sosial karena ekonomi membaik, tapi tidak diiringi dengan pengetahuan bagaimana mengatur uang.”
(Kompas/ Herlambang Jaluardi, Budi Suwarna, Dwi As Setianingsih, Soelastri Soekirno)
Artikel ini telah tayang di Kompas.id dengan judul “Generasi Sandwich, Naik di Sini Tekan di Sana” dan “Akrobatik ”Generasi ’Sandwich’”.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.