DEPOK, KOMPAS.com - Dua keluarga korban pelecehan seksual berinisial J (14) dan BA (14) menerima uang restitusi (uang ganti rugi) dari terpidana Syahril Parlindungan Marbun di Kejaksaan Negeri Depok, Senin (29/11/2021) siang.
Penyerahan restitusi dilakukan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Depok, Sri Kuncoro dan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) RI, Antonius PS. Wibowo.
Syahril diharuskan membayar ganti rugi sebesar Rp 6.524.000 untuk J, lalu ganti rugi untuk BA senilai Rp 11.520.639 sesuai tuntutan jaksa.
"Kami berterima kasih kepada LPSK telah menyampaikan surat kepada kami terkait restitusi. Alhadulillah setelah kami masukkan ke dalaman tuntutan ternyata dikabulkan oleh hakim. Dari pihak terpidana bersedia memenuhi restitusi," kata Kuncoro di Kejaksaan Negeri Depok, Senin siang.
Baca juga: Kisah Anak Korban Pencabulan Pengurus Gereja di Depok Bangkit dari Trauma...
Kuncoro mengatakan, kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh Syahri sudah diputuskan sejak 6 Januari lalu.
Terdakwa sempat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan ditolak pada 15 September 2021.
"Sehingga perkaranya sudah inkrah. Hukuman untuk terpidana sudah dieksekusi 15 tahun penjara. Itu hukuman maksimal yang ada di undang-undang," tambah Kuncoro.
"Kami harapkan (restitusi ini) menjadi contoh karena banyak di daerah lain belum sampai terpenuhi. Semoga jadi contoh baik, sebagai best practice persidangan-persidangan selanjutnya," tambah Kuncoro.
Sementara itu, Antonius mewakili LPSK mengapresiasi perjuangan pemenuhan restitusi dari Kejaksaan Negeri Depok dan kuasa hukum korban.
Ia berharap keberhasilan pemenuhan restitusi kasus pelecehan seksual dari terpidana Syahril bisa ditularkan ke perkara lainnya di Depok dan di Indonesia.
"Kami LPSK siap berkerja sama dengan Kajari Depok," ujar Antonius.
Baca juga: Pengacara Korban Nilai Tepat Vonis 15 Tahun Penjara bagi Eks Pengurus Gereja di Depok
Sementara itu, orangtua korban berinisial J mengatakan, pihaknya mengajukan restitusi melalui LPSK atas saran dan rekomendasi dari kuasa hukum.
LPSK kemudian membantu mengajukan restitusi ke Kejaksaan Negeri Depok.
"Ini memang sebuah kerja sama antara LPSK dengan Kejari Depok. Harapan saya, sebagai orangtua yang mengalami kasus seperti ini bisa mencontoh apa yang sudah dilakukan oleh bapak korban, karena memang ini sudah sesuai dengan mandat Undang-Undang," kata orangtua J.
"Bukan materinya yang kami cari, tetapi yang kami lakukan ini adalah sebagai pembelajaran bagi orangtua yang memiliki kasus seperti ini," lanjut orangtua J.
Sementara itu, Kuasa Hukum Keluarga Korban, Azas Tigor Naingggolan mengatakan, pemenuhan uang restitusi ini adalah pengalaman baru di dunia hukum Indonesia.
Ia menyebutkan, jarang sekali kasus pidana seperti pelecehan seksual yang berujung dengan pemenuhan uang restitusi.
"Pertama, kami atas nama keluarga korban dan korban mengucapkan terima kasih pada LPSK, Kejari dan Polres Depok yang telah bekerja sama dan berhasil membongkar kasus ini sampai tuntas di satu berkas, sampai ada restitusi," kata Tigor.
Ia mengatakan, restitusi merupakan mandat dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang LPSK.
Pasal 7 dalam undang-undang tersebut menyebutkan bahwa korban dapat mengajukan restitusi atau ganti kerugian kepada korban.
"Sebetulnya bukan nilainya, tapi wujud mandat UU. Negara memperhatikan ini," tambah Tigor.
Syahril divonis 15 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Depok, dalam sidang pembacaan putusan pada Rabu (6/1/2021).
Baca juga: Biarawan Gereja di Depok Cabuli Anak-anak Panti Asuhan di Angkot Saat Hendak Cukur Rambut
Syahril merupakan bekas pembimbing salah satu kegiatan di Gereja Paroki Santo Herkulanus Depok dan memanfaatkan kekuasaannya untuk mencabuli sejumlah anak bimbingannya selama hampir 20 tahun terakhir.
"Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membujuk anak melakukan perbuatan cabul secara berlanjut," kata Humas PN Depok, Nanang Herjunanto kepada Kompas.com.
Hukuman 15 tahun penjara untuk Syahril merupakan maksimal sesuai yang tertera pada Pasal 82 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Vonis itu juga lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut hukuman 11 tahun penjara.
"Pidana penjara 15 tahun dan denda Rp 200 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti pidana kurungan 3 bulan," ujar Nanang Herjunanto.
Perjalanan kasus ini bermula ketika Syahril ditangkap polisi pada 4 Juni 2020.
Polisi bergerak usai korban dan pengurus gereja menggelar investigasi internal atas keterlibatan Syahril dalam kejahatan seksual terhadap anak-anak yang ia naungi dalam kegiatan gereja.
Azas Tigor menyebutkan, ada lebih dari 20 anak korban kekerasan seksual oleh SPM di gereja, dengan rentang waktu kejadian yang berbeda-beda, sebab SPM sudah membimbing anak-anak itu sejak awal 2000.
Dari sedikitnya 20 kasus itu, mayoritas sulit dilaporkan ke polisi karena susahnya mencari alat bukti dan beberapa korban maupun orangtuanya belum siap secara psikis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.