"Saya mempertanyakan ini pada Pemkot Depok dan menteri PPA yang memberi status Kota Layak Anak pada Depok. Ini harus dipertanyakan. Saya pikir harus dicabut karena banyak anak-anak jadi korban," ujar pengamat hukum, Azas Tigor Nainggolan di Kejaksaan Negeri Depok, Rabu (29/11/2021).
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Antonius PS. Wibowo mengaku sedih melihat peningkatan kasus pelecehan seksual terhadap anak di Kota Depok.
Baca juga: Keluarga Korban Pelecehan Seksual Pengurus Gereja di Depok Terima Uang Restitusi
Ia menyebutkan, perlu ada kolaborasi untuk memproses kasus pelecehan seksual hingga tuntas.
"Tentu saja peningkatan sinergi dan kolaborasi antara pemerintah dan civil society termasuk di dalam civil society itu keluarga. Nah khusus tentang kejahatan seksual memang kami mengimbau jangan takut untuk melapor. Jangan takut untuk membongkar perkara ini," kata Antonius.
"Karena semakin kita takut membongkar, itu akan menumbuh suburkan pelaku-pelaku yang harus kita babat secara habis," ujar Antonius.
Usulan evaluasi status Kota Layak Anak untuk Kota Depok bukanlah kali pertama yang terlontar.
Sebelum Tigor, ada banyak pihak yang mempertanyakan status yang disandang Kota Depok sejak tiga kali.
Tahun lalu, eks Kapolres Metro Depok, Kombes Azis Andriansyah, pernah menyinggung kasus-kasus melibatkan anak di Depok cukup jamak terjadi.
Dalam kurun Juli 2019-Juli 2020, ia mengeklaim, Polres Metro Depok menerima 123 laporan pencabulan anak di Depok.
"Itu baru pencabulan, belum kekerasan dalam rumah tangga dan jenis eksploitasi anak lain. Ini yang jadi koreksi bagi kita semua karena 123 ini kasus yang dilaporkan, di hilir. Yang tidak ketahuan berapa banyak? Hulunya bagaimana?" ungkap Azis dalam sebuah acara yang difasilitasi Kak Seto di Bojonggede, 3 Juli 2020.
"Kita semua harus mengevaluasi sejauh mana konsistensi penjagaan wilayah masing-masing untuk bisa betul-betul ramah anak," timpal Kak Seto yang menjabat sebagai Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) dalam kesempatan yang sama.
Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA), Arist Merdeka Sirait, juga pernah mendesak pemerintah supaya segera mengevaluasi status "Kota Layak Anak" yang disandang Depok.
Arist pernah beberapa kali mendampingi anak-anak korban kekerasan di Depok, mulai dari bayi yang disiksa ayahnya, hingga beberapa anak perempuan yang jadi korban pencabulan baru-baru ini.
"Apa yang layak, karena kasus-kasus kekerasan (terhadap anak-anak) yang dilakukan oleh masyarakat di Depok sendiri cukup tinggi," jelas Arist kepada wartawan, 18 Maret 2020.
Tolok ukur kota layak anak Mengacu Peraturan Menteri PPPA Nomor 12 Tahun 2011, penentuan status "layak anak" bagi kabupaten atau kota melibatkan sejumlah parameter.
Secara umum, parameter itu dibagi dalam 2 indikator, yakni penguatan kelembagaan dan klaster hak anak.
Penguatan kelembagaan meliputi perundang-undangan atau kebijakan, persentase anggaran, jumlah program yang mendapatkan masukan dari Forum Anak, ketersediaan SDM yang mampu menerapkan hak anak dalam kebijakan, ketersediaan data anak terpilah, hingga keterlibatan lembaga masyarakat dan dunia usaha dalam memenuhi hak anak.
Sementara itu, klaster hak anak meliputi hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, pemanfaatan waktu luang, kegiatan budaya, sampai perlindungan khusus.
Indikator-indikator tersebut kemudian diturunkan dalam beberapa penilaian konkret, ambil contoh: pemenuhan akta kelahiran, perpustakaan, partisipasi pendidikan dasar, penyediaan panti, layanan imunisasi, prevalensi gizi balita angka kematian bayi, jumlah kasus anak berhadapan dengan hukum, sampai persentase perkawinan di bawah 18 tahun dan ASI eksklusif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.