Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/12/2021, 16:29 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi A DPRD DKI Jakarta mendorong Badan Pertanahan Nasional (BPN) Wilayah DKI Jakarta untuk terus mengevaluasi mekanisme penerbitan sertifikat tanah melalui program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) kepada warga.

Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Inggard Joshua menyebutkan bahwa salah satu temuan belum optimalnya pelayanan PTSL adalah masih maraknya dugaan praktik pungutan liar di lapangan.

“Ini (PTSL) memang perlu penataan, kalau masih ada dibantu dengan biaya-biaya (pungutan liar) maka tidak akan terjadi penyelenggaraan pemerintah yang baik dan bersih menyangkut pertanahan,” kata Inggard dikutip dari situs resmi DPRD DKI Jakarta, Rabu (1/12/2021).

Baca juga: Seminggu Terakhir, Jumlah Tes Covid-19 di Jakarta Turun hingga 25 Persen

Inggard beranggapan, perbaikan perlu diawali dengan penertiban aset-aset berupa tanah yang dimiliki masyarakat hingga pemerintah daerah.

Komisi A disebut sedang menyusun rekomendasi perbaikan mekanisme PTSL kepada BPN.

“Kami akan sampaikan kepada warga masyarakat, kenapa PTSL tidak berjalan dengan baik, sehingga tidak merugikan daripada masyarakat di bawah yang menunggu bertahun-tahun,” ungkap Inggard.

Sebelumnya, Inggard pernah menyoroti dana hibah yang dianggarkan oleh Pemprov DKI dan DPRD kepada BPN yang mencapai kisaran Rp 98 miliar.

Baca juga: Polisi Tutup Jalan di Kawasan Monas dan Patung Kuda untuk Cegah Reuni 212, Berikut Lokasinya

Inggard menyebutkan bahwa ia bisa membawa 1.000 warga di Jakarta Barat yang jadi korban mafia tanah.

"Banyak di Kapuk, Rawa Buaya, Tambora, banyak. Hampir seluruh Jakarta Barat di 8 kecamatan ada semua (warga yang jadi korban mafia tanah)," kata Inggard ditemui Kompas.com di sela rapat Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta pada Selasa (9/11/2021).

Inggard yang terpilih pada 2019 dari Dapil 9 Jakarta Barat mengungkapkan, warga-warga yang ditengarai jadi korban mafia tanah itu gagal untuk mengikuti program PTSL tanpa alasan yang jelas.

Padahal, warga tersebut telah menduduki tanah tersebut puluhan tahun.

Baca juga: Syarat Terbaru Keluar Masuk Jakarta Saat PPKM Level 2 dan Nataru

"Sebagian tanah yang diduduki masyarakat berpuluh tahun, tiba-tiba sudah ada sertifikatnya, sehingga PTSL yang diajukan masyarakat ditolak. Ketika kami tanya ke BPN, kenapa sertifikat ini bisa muncul, tidak jelas penjelasannya. Kalau kita ditolak, alasannya bikin dong surat keterangan resmi penolakannya karena A, B, C, D, E, F, G," jelasnya.

"Jadi kan ada semacam permainan atau dinsinyalir, seperti yang dikatakan Menteri BPN, ada mafia tanah di BPN. Kami tidak menunjuk lembaganya, tapi oknumnya," tutur Inggard.

Kepala Kanwil BPN DKI Jakarta Dwi Budi Martono memastikan bahwa pihaknya akan terus bersikap proaktif terhadap masukan dan saran yang akan disampaikan melalui rekomendasi Komisi A terhadap evaluasi pelaksanaan PTSL ke depan.

“Karena tanah itu complicated ya masalahnya, tidak bisa satu penyelesaian bisa untuk seluruh kasus tanah,” tutur Budi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Beda Pengakuan Pencaplokan Lahan di Pluit Versi Jakpro dengan Pemilik Ruko, Siapa Berbohong?

Beda Pengakuan Pencaplokan Lahan di Pluit Versi Jakpro dengan Pemilik Ruko, Siapa Berbohong?

Megapolitan
Jadwal Kereta Terakhir dari Manggarai ke Bekasi Terbaru 2023

Jadwal Kereta Terakhir dari Manggarai ke Bekasi Terbaru 2023

Megapolitan
Luhut Bakal Hadiri Sidang Haris-Fatia 8 Juni, Kuasa Hukum: Tak Ada Tugas Negara

Luhut Bakal Hadiri Sidang Haris-Fatia 8 Juni, Kuasa Hukum: Tak Ada Tugas Negara

Megapolitan
Jadwal Kereta Pertama dari Bekasi ke Manggarai Terbaru 2023

Jadwal Kereta Pertama dari Bekasi ke Manggarai Terbaru 2023

Megapolitan
Cegah Pencaplokan Lahan Terulang, Jakpro Diminta Tingkatkan Pengawasan Aset

Cegah Pencaplokan Lahan Terulang, Jakpro Diminta Tingkatkan Pengawasan Aset

Megapolitan
Diklaim Tak Izin Jakpro, Pemilik Ruko di Pluit asal Pakai Lahan Saluran Air dan Badan Jalan

Diklaim Tak Izin Jakpro, Pemilik Ruko di Pluit asal Pakai Lahan Saluran Air dan Badan Jalan

Megapolitan
Jakarta Kekurangan Alat Pantau Kualitas Udara, Greenpeace: Pemprov DKI Lalai

Jakarta Kekurangan Alat Pantau Kualitas Udara, Greenpeace: Pemprov DKI Lalai

Megapolitan
Kuasa Hukum Sebut Luhut Berencana Hadiri Sidang Haris-Fatia pada 8 Juni

Kuasa Hukum Sebut Luhut Berencana Hadiri Sidang Haris-Fatia pada 8 Juni

Megapolitan
Kurangi Macet di Condet, GIS Dorong Muridnya Naik Mobil Jemputan

Kurangi Macet di Condet, GIS Dorong Muridnya Naik Mobil Jemputan

Megapolitan
Satpol PP Jakbar Minta Kontraktor Bongkar Sendiri Tower BTS Tak Berizin di Taman Semanan Indah

Satpol PP Jakbar Minta Kontraktor Bongkar Sendiri Tower BTS Tak Berizin di Taman Semanan Indah

Megapolitan
Jakpro Tegaskan Lahan yang Dicaplok Ruko di Pluit Bukan Badan Jalan

Jakpro Tegaskan Lahan yang Dicaplok Ruko di Pluit Bukan Badan Jalan

Megapolitan
Terungkap di Sidang Perdana, Pesan Suara Mario Dandy dan Teka-teki yang Teriak 'Free Kick'

Terungkap di Sidang Perdana, Pesan Suara Mario Dandy dan Teka-teki yang Teriak "Free Kick"

Megapolitan
Segel Tower BTS Tak Berizin di Taman Semanan Indah, Satpol PP: Pembangunan Tak Boleh Dilanjut

Segel Tower BTS Tak Berizin di Taman Semanan Indah, Satpol PP: Pembangunan Tak Boleh Dilanjut

Megapolitan
GIS Tak Bisa Paksa Murid Ikut Jemputan Sekolah demi Kurangi Macet Condet

GIS Tak Bisa Paksa Murid Ikut Jemputan Sekolah demi Kurangi Macet Condet

Megapolitan
Dituding Biang Macet di Condet, Manajemen GIS: Kami Enggak Defensif, Kami Evaluasi...

Dituding Biang Macet di Condet, Manajemen GIS: Kami Enggak Defensif, Kami Evaluasi...

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com