Ancaman tenggelamnya kawasan Jakarta yang ditandai dengan banjir rob ini sudah nyata di depan mata.
Peneliti geodesi dan geomatika dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Heri Andreas menjelaskan, ancaman tenggelamnya kawasan pesisir sudah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan.
Kenaikan suhu global berimbas pada mencairnya gunung es di kutub utara dan selatan sehingga mendorong kenaikan permukaan laut.
Merujuk data satelit yang dikumpulkan ITB selama 20 tahun, penurunan permukaan air laut di perairan Indonesia diperkirakan 3 - 8 mm per tahun.
Baca juga: Saat Reklamasi hingga Eksploitasi Pesisir Jakarta Berujung pada Tangisan Warga Terdampak Banjir Rob
Sementara itu, estimasi penurunan permukaan tanah diperkirakan lebih drastis, berkisar antara 1-10 cm per tahun. Bahkan, di beberapa tempat, penurunannya mencapai 15-20 cm per tahun.
"Tapi secara umum 1-10 cm per tahun, itu terjadi terutama di daerah anglomerasi, pesisir yang banyak orangnya," jelas Heri.
Banjir rob terjadi akibat kombinasi dari naiknya level air laut dan turunnya permukaan tanah.
Lebih lanjut, Heri mengatakan bahwa ancaman tenggelamnya wilayah pesisir lebih banyak disebabkan oleh ulah manusia ketimbang perubahan iklim.
“Ini bukan bencana alam atau natural disater, tapi man-made disaster,” ujarnya pada 2020 kepada BBC.com.
Di antara ulah manusia yang paling berdampak pada fenomena, banjir rob adalah eksploitasi air tanah secara berlebihan dan proyek reklamasi.
Baca juga: Lalin di Jalan Lodan Raya Terputus akibat Banjir Rob, Pengendara Diarahkan ke Jalur Alternatif
Pakar kelautan dari ITB Muslim Muin mengatakan bahwa reklamasi di pesisir Jakarta akan menghalangi aliran sungai sehingga memperparah sedimentasi (pengendapan material yang terbawa air).
Imbasnya, endapan akibat sedimentasi akan menutup aliran sungai dan memperburuk banjir di Jakarta.
“Dengan reklamasi, laju air yang berasal dari darat akan tertahan. Ada pulau reklamasi yang menghalangi aliran sungai,” tegas Muslim dalam sebuah diskusi tahun 2017.