JAKARTA, KOMPAS.com - Pesinetron Jeff Smith kembali ditangkap polisi karena kasus penyalahgunaan narkotika.
Baru 3 bulan bebas dari penjara karena mengonsumsi ganja, Jeff Smith kini kembali diciduk aparat kepolisian dengan barang bukti narkotika jenis
Lysergic acid diethylamide (LSD).
Polda Metro Jaya menyebut bahwa pesinetron Jeff Smith memesan sebanyak 50 buah narkoba jenis LSD secara daring.
"Yang dipesan oleh yang bersangkutan ada 50. Kemudian dihabiskan, kemudian pada saat diamankan (sedang) menggunakan dan tersisa dua LSD," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan, Kamis (9/12/2021).
Apa itu LSD?
Mengutip website resmi Badan Narkotika Nasional, LSD merupakan narkotika sintetis zat baru yang dibuat dari sari jamur (ergot) kering yang tumbuh di rumput gandum dan biji-bijian.
Dalam penelitian kedokteran, LSD dapat mengobati manusia dari kecanduan alkohol dengan tingkat kesuksesan 50 persen dibandingkan mengikuti terapi. LSD juga dapat digunakan sebagai alnagesik atau penghilang rasa sakit yang sangat ampuh dan bertahan lama.
Namun, layaknya narkotika jenis lain, LSD justru kerap disalahgunakan.
Seiring berkembangnya, waktu LSD dilarang penggunaannya.
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, LSD dikategorikan sebagai narkotika golongan I.
LSD bisa dikemas dalam bentuk pil, liquid, dan kertas gelatin. Biasanya untuk mengelabui petugas beacukai, LSD dibuat dengan bentuk kertas tipis seukuran materai dan diberi gambar yang menarik seperti sticker.
Apa Efek Mengonsumsi LSD?
Narkotika jenis LSD sendiri merupakan jenis bahan kimia baru yang bersifat halusinogen. LSD relatif bersifat tidak adiktif dan toksisitas rendah.
LSD banyak dikenal atas efek psikologisnya yang bisa dijadikan obat untuk senang-senang (rekreasional) maupun mencari ketenangan atau meditasi.
LSD juga sangat terkenal karena efek psikologisnya yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir, visual/halusinasi, baik dalam mata terbuka atau tertutup, synaesthesia (kebingungan indera, misalnya mendengar warna dan melihat lagu), serta distorsi waktu.
Pengguna LSD sangat mudah dilihat dari perubahan fungsi otonom, refleks motorik, perilaku, dan persepsi. LSD juga dapat mempengaruhi pencernaan, aliran darah, dan kinerja organ lainnya dan menyebabkan tremor, mual, dan sulit tidur.
Karena berbagai efek sampingnya itu, LSD menjadi sangat berbahaya jika orang yang mengonsumsinya tetap melakukan berbagai aktivitas, misalnya menyetir.
Kepala Bagian Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Besar Sumirat Dwiyanto menyebut, efek halusinasi pada pemakai LSD akan bertahansekitar enam sampai delapan jam setelah dikonsumsi.
Oleh karena itu, sangat berbahaya jika orang yang masih dalam pengaruh LSD melakukan aktivitas seperti mengemudi.
"Orang jadi tidak bisa membedakan jarak, masih jauh atau sudah dekat. Misalnya kalau dia mengemudi, sudah dekat, tetapi dia masih injak gas terus," kata Sumirat di kantor BNN, pada 205 lalu.
Sejarah LSD
LSD diciptakan pertama kali pada 1938 oleh peneliti Swiss, ahli kimia Albert Hoffman. Pada awalnya, LSD pernah dipakai sebagai obat terapi.
The Guardian dalam artikelnya ”A brief history of psychedelic psychiatry”, 2014, menyebutkan, psikiater Humphry Osmond adalah salah satu ahli yang memelopori eksperimen LSD untuk perawatan para pencandu alkohol dan penyakit mental pada awal 1950-an.
Pada tahun 1960-an, LSD merambah ke jalanan. Popularitasnya menanjak dibarengi dengan gerakan fenomena counterculture, sebuah fenomena gerakan anti kemapanan yang awalnya muncul di Amerika Serikat, kemudian Inggris, dan meluas ke dunia Barat pada tahun 1967.
LSD kian terkenal saat grup musik legendaris asal Liverpool, The Beatles merilis lagu ”Lucy in the Sky with Diamond” pada 1967. Singkatan judul lagu yang terdapat di album Sgt Pepper’s Lonely Hearts Club Band itu dianggap merujuk LSD.
John Lennon dalam wawancaranya dengan majalah Rolling Stone menegaskan, ”Lucy in the Sky with Diamonds” bukanlah lagu tentang obat. ”Saya tidak tahu (lagu) itu disingkat LSD,” kata Lennon pada tahun 1970.
Inspirasi lagu itu, menurut Lennon, adalah lukisan anaknya, Julian, yang melukis Lucy O’Donnell, gadis temannya. ”Dia menggambarnya dengan sejumlah bintang di langit dan menyebutnya ’Lucy in the Sky with Diamonds’,” ujar Lennon.
BBC sempat melarang lagu tersebut karena diasosiasikan dengan LSD. Terlepas dari penjelasan Lennon, sejarawan musik rock masih berdebat mengenai pengaruh LSD pada grup-grup musik legendaris Inggris.
Media di Inggris dan Amerika sudah memperingatkan akan bahaya LSD sejak sekitar 1966.
Di Indonesia, LSD mulai masuk dan populer di tahun 1990-an, menurut BNN. Namun peredaran narkotika jenis ini masih jarang jika dibandingkan jenis lainnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.