JAKARTA, KOMPAS.com - 24 Mei 2017, Agung sedang nongkrong malam itu. Selepas "narik" Kopaja 612 rute Kampung Melayu-Ragunan, Agung bersenda gurau bersama rekan-rekan sesama sopir bus. Tiba-tiba ledakan bom terdengar tak jauh dari tempat nongkrong Agung.
Agung, dengan nama lengkap Nugroho Agung Laksono, saat itu masih berusia 18 tahun. Dia salah satu penyintas peristiwa ledakan Bom di Terminal Kampung Melayu. Ingatan tentang ledakan bom masih begitu lekat di benaknya.
Hari-hari Agung sebelum ledakan bom masih sama. Ia mencari nafkah sebagai sopir Kopaja. Agung berangkat dari pukul 05.00 dan selesai pukul 20.00 WIB.
Agung awalnya tak menyangka ledakan itu berasal dari bom panci. Namun, Agung mendengar bunyi ledakan itu cukup kencang. Situasi berubah begitu Agung mendekat ke Halte Bus Transjakarta Kampung Melayu.
Baca juga: Dua Korban Tewas Bom Kampung Melayu, Seorang di Antaranya Polisi
"Soalnya ledakan itu ada dekat halte busway sampingnya WC umum. Kepikiran itu paling ban busway pecah atau tabung gas (meledak)," kata Agung dalam acara Bincang Siang & Diskusi Bersama Pimpinan Redaksi Media “Terorisme, Korban, dan Media” Aliansi Indonesia Damai dari (AIDA) di Jakarta, Kamis (9/12/2021).
Agung kemudian mendekat ke arah lokasi ledakan. Asap mengepul dari dekat Halte Bus Transjakarta. Agung melihat ada polisi yang sedang menggotong seorang perempuan.
Polisi itu meminta Agung untuk mencarikan angkot untuk membawa perempuan itu ke rumah sakit. Ia pun menyetop angkot dan kemudian korban dibawa ke rumah sakit. Agung semakin mendekat.
"Saya tetap penasaran itu ledakan apaan. Saya dekati, enggak tahunya ternyata banyak polisi yang sudah terkapar semua," ujar Agung.
Akibat ledakan itu polisi turut menjadi korban. Ada lima polisi yang terdampak ledakan bom bunuh diri tersebut. Agung berinisiatif untuk menolong polisi-polisi yang terkapar. Namun, nasib berkata lain. Agung turut menjadi korban.
Baca juga: 11 Orang Korban Bom Kampung Melayu, Dua di Antaranya Tewas
"Saya niatnya mau nolong lagi, waktu saya angkat kaki sebelah kanan (polisi), saya gak kuat. Saya mau minta tolong buat gotong. Baru mau minta tolong, ada ledakan yang kedua," ujar Agung.
Agung hanya bisa berlari menjauh dari lokasi ledakan bom susulan. Ledakan kedua lebih besar daripada yang pertama. Agung pun terluka.
"Pikiran saya cuma satu. Lari. Saya lari, selang berapa meter tiba-tiba kok kaki saya enggak kuat. Saya seret, saya seret terus kok gak kuat. Pas saya lihat, ternyata kaki saya robek sebelah kanan," kata Agung.
Agung pun mencari bantuan di sekitar Terminal Kampung Melayu. Ia menyetop angkot yang melintas. Darah dari kaki Agung mengalir.
Sopir angkot itu ketakutan dan tak mau membawa Agung yang terluka. Belum jauh dari lokasi, angkot berhenti. Agung turun dan mencari bantuan lain.
Dengan tergopoh-gopoh, ia melangkah ke warung milik kakak iparnya.
Baca juga: Wiranto: Bom Kampung Melayu dan Manchester Wujud Eksistensi Terorisme