JAKARTA, KOMPAS.com - Khotib menjadi saksi malam yang meludeskan 17 rumah di Jalan Kalipasir, Kelurahan Cikini, Menteng Jakarta Pusat.
Pria berusia 70 tahun itu melihat api kian meninggi, warga pasrah, tak ada yang bisa diperbuat kecuali menunggu petugas pemadam kebakaran beraksi.
"Setelah Isya kebakarannya, mungkin setengah delapan (19.30 WIB), api sudah mulai nyala tinggi di tempat ini," kata Khotib duduk di depan puing rumah yang sudah tak berbetuk itu.
Sembari bergurau, Khotib menyebut peristiwa kebakaran itu seperti perayaan tahun baru, membuat langit di sekitar tempat kebakaran berubah merah.
Hanya saja ini adalah versi musibah, kata dia, yang membuat 17 rumah dari 40 kepala keluarga harus kehilangan harta benda.
"Ada 11 motor, di pojokan itu tuh tinggal rangka," tutur Khotib.
Tidak hanya motor atau rumah, beberapa material plastik di sekitar tempat kebakaran juga terdampak hawa panas yang dilepaskan api.
Baca juga: Kebakaran Permukiman di Cikini, Kerugian Ditaksir Capai Rp 1,3 Miliar
Plastik pembungkus kWh meter PLN juga meleleh, cat rumah mengelupas, paralon penyok. Semua benda yang terbuat dari plastik di sekitar tempat kebakaran dipastikan sudah tak utuh lagi.
"Apalagi baju," kata Abdul Syaripudin.
Pria berusia 33 tahun ini adalah salah satu warga yang rumahnya kini hanya bersisa tembok. Pintu sudah hangus dilalap api, jendela hilang, atapnya sudah jadi abu.
Kata dia, pusaran api yang terlihat setinggi kira-kira 10 meter itu mengamuk membakar habis harta benda miliknya.
Baju yang Abdul gunakan saat ditemui Kompas.com pun merupakan sumbangan dari kawan kantornya. Besok Senin dia bingung mau pakai apa, karena semua baju yang biasa dia gunakan untuk ke kantor sudah jadi abu.
Abdul menceritakan kronologi peristiwa kebakaran yang membuat dia harus berjuang dari nol untuk membangun rumahnya itu.
Rumah Abdul hanya berjarak lima langkah dari sumber api. Saat peristiwa terjadi posisi keluarga Abdul sedang bersantai di rumah.
Ibu Abdul mengira suara orang ramai di luar bukan karena kebakaran, tapi tawuran antar kampung yang biasa terjadi di Jakarta. Suara derap terompah warga yang mencoba memadamkan api semakin kencang, tapi keluarga Abdul masih tenang-tenang saja.