Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Oknum Salah Gunakan Dogma Agama untuk Lecehkan Anak, Pakar: Itu Kejahatan

Kompas.com - 20/12/2021, 11:15 WIB
Sania Mashabi,
Ivany Atina Arbi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Maraknya penyalahgunaan kekuasaan oleh pemuka agama untuk melakukan pelecehan seksual kepada pihak yang lebih rentan merupakan kejahatan yang tidak bisa ditoleransi.

Hal ini disampaikan oleh salah satu petinggi Aisyiyah (organisasi perempuan Persyarikatan Muhammadiyah), Rita Pranawati, pekan lalu.

Menurut Rita, belakangan ini ada kecenderungan oknum menggunakan dogma agama demi memenuhi kepuasan dirinya. Dogma adalah pokok ajaran agama yang harus diterima dan tak boleh dibantah ataupun diragukan.

Salah satu dogma agama yang acapkali disalahgunakan adalah perintah untuk menaati orang yang lebih tua, terutama guru. Guru agama bahkan digambarkan sebagai kepanjangan tangan Tuhan yang tahu mana yang boleh dan tidak boleh.

Baca juga: Polisi Sebut Guru Agama di Depok Cabuli 10 Santrinya Usai Mengaji

Pengikut agama, termasuk murid, sering kali terjerumus ke pusaran dogma ini. Beberapa di antara mereka bahkan menjadi korban penyalahgunaan kekuasaan oknum yang tidak bertanggung jawab.

“Kadang ada oknum yang menggunakan dogma agama sebagai legitimasi supaya anak nurut. Padahal, itu kejahatan,” tegas Rita saat dihubungi Kompas.com.

Pada April 2021, seorang guru mengaji di Tangerang bernama Ahmad Saiful melecehkan dua murid perempuannya. Korban diajak ke kediaman Saiful dengan iming-iming memberikan ilmu kebatinan. Di sana, korban ternyata dilecehkan dengan cara diajak mandi bersama.

Selain itu, akhir-akhir ini Polres Metro Depok menangkap pria berinisial MMS (52) atas dugaan mencabuli 10 santri perempuannya.

Kasus pelecehan seksual oleh seorang biarawan atau bruder di Depok juga tidak kalah menghebohkan. Pelaku, yang dikenal sebagai Bruder Angelo, melakukan pelecehan terhadap sejumlah anak panti asuhan yang ia ampu.

Baca juga: Sempat Lolos dari Jerat Hukum, Monster Cabul Bruder Angelo Akhirnya Dituntut 14 Tahun Penjara

Melihat rangkaian kasus tersebut, koordinator divisi perundang-undangan dan sosialisasi hukum Aisyiyah itu menilai relasi kuasa antara guru dan anak menjadikan anak rentan mengalami pelecehan seksual.

Oleh karena itu, Rita menilai perlu ada bimbingan mengenai kesehatan reproduksi pada setiap anak. Mereka harus diberitahu batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh ketika berhubungan dengan orang lain atau lawan jenis.

"Di sini anak harus mendapatkan bekal yang baik," ujarnya.

Selain itu, lanjut Rita, perlu ada prosedur operasi standar (SOP) yang mengatur batasan yang harus dilakukan oleh guru bersama-sama dengan murid.

Sistem rekrutmen dan bimbingan guru juga penting dibentuk agar hal semacam ini tidak terjadi lagi.

“Prinsipnya, institusi yang melibatkan anak itu harus menyediakan keselamatan untuk anak, sehingga kemudian siapa pun yang bekerja dengan anak rekrutmennya harus baik dan proses implementasi programnya juga harus baik. Ini PR (pekerjaan rumah) bagi kita semua,” tegas Rita.

Baca juga: Marak Kasus Pelecehan Anak oleh Pemuka Agama, Pembekalan Kesadaran untuk Anak Penting

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Baru 2 Bulan Indekos di Bekasi

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Baru 2 Bulan Indekos di Bekasi

Megapolitan
Dua Anggota TNI Tersambar Petir di Cilangkap, Satu Orang Meninggal Dunia

Dua Anggota TNI Tersambar Petir di Cilangkap, Satu Orang Meninggal Dunia

Megapolitan
Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Megapolitan
Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Megapolitan
Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Megapolitan
Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Megapolitan
Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Megapolitan
Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Megapolitan
Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Megapolitan
Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Megapolitan
Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal 'Fogging' buat Atasi DBD di Jakarta

Pemprov DKI Diingatkan Jangan Asal "Fogging" buat Atasi DBD di Jakarta

Megapolitan
April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

April Puncak Kasus DBD, 14 Pasien Masih Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Bakal Diusung Jadi Cawalkot Depok, Imam Budi Hartono Harap PKS Bisa Menang Kelima Kalinya

Megapolitan
“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

“Curi Start” Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura Pakai Foto Editan

Megapolitan
Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Stok Darah Bulan Ini Menipis, PMI Jakbar Minta Masyarakat Berdonasi untuk Antisipasi DBD

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com