JAKARTA, KOMPAS.com - Korban kekerasan seksual acapkali mendapatkan stigma buruk dari masyarakat di lingkungan sekitarnya. Kondisi ini tentunya dapat mempengaruhi kesehatan mental korban usai mengalami kekerasan.
Membawa korban kekerasan seksual--khususnya anak-anak-- ke lingkungan baru dapat menjadi salah satu cara terbaik untuk menanggulangi atau memulihkan kondisi psikologisnya.
Hal ini disampaikan oleh Sosiolog Universitas Airlangga Bagong Suyanto.
"Kalau dari sisi korban memang sebaiknya mereka diberi identitas baru dan dipindah ke komunitas yang tidak mengenal mereka," ujar Bagong kepada Kompas.com, Rabu (16/12/2021).
Baca juga: Sosiolog Sebut Kekerasan Seksual oleh Pemuka Agama Sulit Terungkap, Kenapa?
Bagong menilai, masyarakat di lingkungan baru tidak akan memandang buruk para korban. Pasalnya, tidak banyak yang mengenal korban dan mengetahui kasus kekerasan seksual yang dialaminya.
Dengan begitu, kata Bagong, para korban kekerasan seksual akan lebih mudah beradaptasi dengan masyarakat di lingkungannya, tanpa harus merasa takut mendapatkan stigma negatif.
"Soalnya kalau tidak diberi identitas baru itu, mereka bisa kesulitan untuk beradaptasi. Karena menjadi korban stigma itu," kata Bagong.
Bagong sebelumnya menjelaskan, bahwa para korban kekerasan seksual berpotensi mengalami "pemerkosaan tahap dua".
Baca juga: Sosiolog Ungkap Pemerkosaan Tahap 2 terhadap Korban Pelecehan Seksual dan Alasan Korban Memilih Diam
Tindakan tersebut berupa dampak berkepanjangan yang dialaminya oleh korban, yakni mendapatkan stigma negatif dari masyarakat.
"Dampak berkepanjangannya tidak hanya trauma psikologis ya, tetapi korban juga bisa mengalami 'pemerkosaan tahap dua' yaitu menjadi korban stigma masyarakat," ungkap Bagong.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.