JAKARTA, KOMPAS.com - Eks Gubernur Bengkulu Agusrin M Najamudin dan Mantan Anggota DPR RI Raden Saleh Abdul Malik ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penipuan dengan modus cek kosong.
Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik Polda Metro Jaya melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan, atas laporan yang dilayangkan pihak PT Tirto Alam Sindo (TAC) pada Maret 2020.
"Iya sudah jadi tersangka oleh Ditreskrimsus Polda Metro Jaya," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan kepada wartawan, Selasa (21/12/2021).
Baca juga: Bayar Utang Rp 3 Miliar Pakai Cek Kosong, Bos PT Petroleum Ditangkap
Kendati demikian, Zulpan enggan menjelaskan lebih lanjut perihal penetapan tersangka tersebut. Dia juga tidak menjawab ketika ditanyakan apakah keduanya ditahan usai ditetapkan sebagai tersangka.
"(Intinya) Sudah tersangka, berkasnya juga sudah diserahkan ke kejaksaan," jelas Zulpan.
Dihubungi secara terpisah Kuasa Hukum PT TAC Andreas menjelaskan, kasus penipuan itu bermula ketika kliennya dan kedua tersangka menjalin kerjasama bisnis kayu pada 2019 silam.
Saat itu, Najmuddin yang masih menjabat sebagai Gubernur Bengkulu mengaku memiliki hak atas pengelolaan hutan (HPH), sehingga dapat mempermudah bisnis tersebut.
Baca juga: Mendagri Membantah Pemberian Izin Pengelolaan Hutan Marak Jelang Pilkada
"Jadi pada 2019 Juni atau Juli kalau enggak salah, klien saya dengan Agusrin Najmuddin bertemu untuk bekerjasama, untuk bidang kayu di Bengkulu," kata Andreas.
"Waktu itu karena si Najamudin mengaku punya HPH. Kemudian klien saya punya pabrik, alat berat, dan kendaraan berat segala macam," sambungnya.
Di tengah penjajakan kerja sama, kata Andreas, kedua pelaku justru menawari kliennya agar menjual pabrik yang dimilikinya senilai Rp 33 miliar.
Tersangka kemudian membayar uang muka senilai Rp 2,9 miliar. Sementara sisa pembayaran akan dilunasi dalam kurun waktu dua sampai tiga bulan ke depan.
"Sebagai iktikad baik mereka mengeluarkan dua lembar cek, nilainya masing-masing Rp 10,5 miliar dan Rp 20 miliar," ungkap Andreas.
Namun, kata Andreas, para tersangka justru tak melunasi pembayaran sesuai dengan nominal yang tertulis di dalam cek tersebut.
Andreaa menyebut, tersangka hanya membayar kurang lebih Rp 4 miliar. Sisa pembayaran itu kemudian tidak kunjung dilunasi para tersangka.
"Intinya masih sisa 25,8 miliar. Setelah itu sepanjang 2019 sampai 2020 mereka langsung ping pong masalah pelunasan," kata Andreas.