JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum (JPU) menyatakan bahwa terdakwa Munarman seharusnya mengajukan praperadilan jika eks Sekretaris Front Pembela Islam (FPI) itu merasa diperlakukan sewenang-wenang dalam kasus dugaan tindak pidana terorisme.
Hal itu diungkapkan jaksa saat menanggapi eksepsi terdakwa Munarman dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Rabu (22/12/2021).
"Apabila terdakwa sejak awal proses penyidikan telah mengalami perlakuan sewenang-sewenang, sebagaimana terdakwa dan penasihat hukum disampaikan dalam nota keberatan atau eksepsinya, maka seharusnya terdakwa dapat menggunakan haknya dengan mengajukan praperadilan pada saat masih dalam proses penyidikan," kata jaksa.
Baca juga: Munarman Anggap Kasusnya Direkayasa, Jaksa: Itu Pendapat Subyektif Terdakwa
Namun, nyatanya sampai sidang terlaksana, terdakwa tidak mengajukan praperadilan.
"Hal ini tentunya bertolak belakang dengan pengetahuan terdakwa sebagai praktisi hukum," ujar jaksa.
Sebelumnya, Munarman menilai penangkapan terhadap dirinya dilakukan secara sewenang-wenang oleh polisi.
Baca juga: Jaksa Minta Hakim Kesampingkan Eksepsi Munarman soal Penciptaan Narasi FPI Terhubung dengan Teroris
Hal itu disampaikan Munarman saat membacakan eksepsi atau nota keberatan di PN Jakarta Timur, Rabu pekan lalu.
"Penangkapan yang dilakukan oleh Densus 88 Anti Teror Mabes Polri terhadap saya dilakukan secara sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan ketentuan hukum acara," kata Munarman.
"Karena saya belum pernah dipanggil untuk dilakukan pemeriksaan pendahuluan sebagai calon tersangka bahkan saya belum pernah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP)," ucap dia.
Munarman menilai penangkapan terhadapnya juga tak masuk dalam kategori tangkap tangan. Sebab, peristiwa yang dituduhkan kepadanya terjadi enam tahun lalu. Munarman juga mengatakan bahwa dia tak masuk daftar pencarian orang (DPO).
"Dengan demikian tindakan penangkapan terhadap saya bertentangan dengan ketentuan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015," ujar Munarman.
Munarman didakwa tiga pasal, yakni Pasal 13 huruf c, Pasal 14 Juncto Pasal 7, dan Pasal 15 Juncto Pasal 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Munarman dan kawan-kawan merencanakan atau menggerakkan orang lain untuk ancaman kekerasan, melakukan tindak pidana teroris dengan sengaja menggunakan kekerasan, atau ancaman kekerasan," kata JPU saat membacakan dakwaan, 8 Desember 2021.
Munarman disebut telah terlibat dalam tindakan terorisme lantaran menghadiri sejumlah agenda pembaiatan di Makassar, Sulawesi Selatan; Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara pada 24-25 Januari dan 5 April 2015.
Perbuatan itu dilakukan Munarman dengan mengaitkan munculnya Islamic State of Iraq (ISIS) di Suriah sekitar awal 2014 yang dideklarasikan Syekh Abu Bakar Al Baghdadi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.