Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat Sebut Kebijakan soal UMP Jakarta 2022 Mencla-mencle dan Berbau Politis

Kompas.com - 22/12/2021, 15:23 WIB
Sania Mashabi,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menilai, munculnya wacana kenaikan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2022 akan kembali direvisi menunjukkan Pemprov DKI Jakarta tidak konsisten.

Menurut dia, apabila kebijakan yang berubah-ubah akan membingungkan semua pihak, terutama pengusaha.

"Itu mencla-mencle, berubah-ubah, inkosisten, tidak sungguh-sungguh. Ini kan berbau memang nuansanya kan politis. Jelas itu membingungkan pelaku usaha juga," kata Trubus kepada Kompas.com, Rabu (22/12/2021).

Baca juga: Anies Revisi UMP Jadi 5,1 Persen, Pengamat: Kebijakan Ini Bermasalah

Adapun wacana itu disampaikan Sekretaris Komisi B DPRD DKI Jakarta Pandapotan Sinaga yang mengaku mendapat kabar dari Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertrans) DKI Jakarta bahwa kenaikan UMP Jakarta akan kembali direvisi.

Angka kenaikan UMP 5,1 persen, kata Pandapotan, belum final dan hingga saat ini belum ada kepastian hukum terkait revisi UMP itu.

Trubus pun menilai, kenaikan UMP DKI Jakarta sebesar 5,1 persen memang bermasalah.

Baca juga: Mempertanyakan Landasan Hukum Anies yang Naikkan UMP 2022 Sebesar 5,1 Persen...

Sebab, kata Trubus, sebelumnya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sudah menetapkan kenaikan UMP sebesar 0,8 persen sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021.

"Kebijakan ini jelas bermasalah, kontraproduktif karena persoalannya kebijakan itu sudah ditetapkan sebelumnya melalui tiga pihak sesuai dengan PP Nomor 36 Tahun 2021," ujar Trubus.

"Jadi karena sudah ditetapkan, maka kalau misalnya melakukan revisi sendiri itu jelas melanggar aturan," lanjut dia.

Baca juga: Soal Kenaikan UMP Jakarta, Apindo DKI: 5 atau 10 Persen Tak Masalah asal Sesuai Aturan

Trubus menjelaskan, saat menetapkan kenaikan UMP sebesar 0,8 persen, Pemprov DKI Jakarta dalam rapat bersama Dewan Pengupahan sudah mengajak buruh dan pengusaha berdiskusi.

Dalam rapat tersebut sudah disepakati bahwa kenaikan UMP sebesar 0,8 persen atau sekitar Rp 37.000.

"Itu sudah menjadi kesepakatan bersama. Kalau kemudian sekarang berubah dengan kenaikan 5,1 (persen) ini, memang menyebabkan memang jadi carut marut," ujarnya.

Oleh karena itu, Trubus menilai revisi kenaikan UMP ini hanya demi kepentingan politik.

Baca juga: Wagub Akui Revisi Kenaikan UMP DKI Tidak Sesuai dengan Peraturan Pemerintah

Pasalnya, ia melihat, jika ingin mengakomodasi keinginan para buruh, seharusnya dari awal Pemprov DKI Jakarta mencari jalan tengahnya.

"Tetapi persoalannya pada saat itu Pemprov DKI saat diusulkan para buruh itu kan dijelaskan yang diusulkan (naik) Rp 300.000 usulannya," ungkapnya.

"Kalau di bawah 300.000 harusnya Pemprov DKI memotong 50 persen jadi tidak terlalu jauh. Tapi yang terjadi kan 0,8 persen jadi ini yang menyebabkan munculnya rasa ketidakadilan," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cerita Lupi Tukang Ojek Sampan Didera Perasaan Bersalah karena Tak Mampu Biayai Kuliah Anak

Cerita Lupi Tukang Ojek Sampan Didera Perasaan Bersalah karena Tak Mampu Biayai Kuliah Anak

Megapolitan
Berniat Melanjutkan Studi ke Filipina, Ratusan Calon Mahasiswa S3 Malah Kena Tipu Puluhan Juta Rupiah

Berniat Melanjutkan Studi ke Filipina, Ratusan Calon Mahasiswa S3 Malah Kena Tipu Puluhan Juta Rupiah

Megapolitan
MRT Lanjut sampai Tangsel, Wali Kota Benyamin: Diharapkan Segera Terealisasi

MRT Lanjut sampai Tangsel, Wali Kota Benyamin: Diharapkan Segera Terealisasi

Megapolitan
Teka-teki Perempuan Ditemukan Tewas di Pulau Pari: Berwajah Hancur, Diduga Dibunuh

Teka-teki Perempuan Ditemukan Tewas di Pulau Pari: Berwajah Hancur, Diduga Dibunuh

Megapolitan
Tragedi Kebakaran Maut di Mampang dan Kisah Pilu Keluarga Korban Tewas...

Tragedi Kebakaran Maut di Mampang dan Kisah Pilu Keluarga Korban Tewas...

Megapolitan
Nasib Jesika Jadi Korban Kebakaran Toko di Mampang, Baru 2 Hari Injakkan Kaki di Jakarta

Nasib Jesika Jadi Korban Kebakaran Toko di Mampang, Baru 2 Hari Injakkan Kaki di Jakarta

Megapolitan
Kejati DKI Belum Terima Berkas Perkara Firli Bahuri Terkait Dugaan Pemerasan terhadap SYL

Kejati DKI Belum Terima Berkas Perkara Firli Bahuri Terkait Dugaan Pemerasan terhadap SYL

Megapolitan
Belajar dari Kasus Sopir Fortuner Arogan, Jangan Takut dengan Mobil Berpelat Dinas...

Belajar dari Kasus Sopir Fortuner Arogan, Jangan Takut dengan Mobil Berpelat Dinas...

Megapolitan
7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' di Mampang Telah Dipulangkan

7 Jenazah Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" di Mampang Telah Dipulangkan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] 7 Orang Tewas Terjebak Kebakaran Toko Saudara Frame | Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui

[POPULER JABODETABEK] 7 Orang Tewas Terjebak Kebakaran Toko Saudara Frame | Serba-serbi Warung Madura yang Jarang Diketahui

Megapolitan
3 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai 'Saudara Frame' di Mampang adalah ART

3 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai "Saudara Frame" di Mampang adalah ART

Megapolitan
Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Staf Khusus Bupati Kediri Ikut Daftar Bakal Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

4 dari 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang adalah Satu Keluarga

Megapolitan
Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Tangkap Komplotan Pencuri yang Beraksi di Pesanggrahan, Polisi Sita 9 Motor

Megapolitan
Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen, 7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" Bisa Diidentifikasi Lewat Gigi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com