Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kantornya Diduduki Buruh, Gubernur Banten: Ini Bukan Peristiwa Biasa, tapi Ancaman

Kompas.com - 23/12/2021, 18:05 WIB
Muhammad Naufal,
Ivany Atina Arbi

Tim Redaksi

TANGERANG, KOMPAS.com - Gubernur Banten Wahidin Halim menilai aksi penggerudukan kantornya di wilayah Serang, Banten, merupakan sebuah ancaman.

Kantor Gubernur Banten digeruduk pada Rabu (22/12/2021) sore oleh buruh yang melakukan aksi unjuk rasa menuntut revisi besaran upah minimum kabupaten/kota (UMK) Provinsi Banten tahun 2022.

"Kalau buat saya, peristiwa ini bukan (peristiwa) biasa, ini ancaman. Ancaman terhadap rasa aman yang harusnya dijamin," ungkap Wahidin di kediamannya di Pinang, Tangerang, Kamis (23/12/2021).

Wahidin bercerita, selama dirinya menjabat sebagai Wali Kota Tangerang selama 10 tahun dan menjabat sebagai Gubernur Banten selama hampir lima tahun, baru kali ini ada buruh yang demo hingga memasuki ruang kerjanya.

Baca juga: Kantornya Diduduki Buruh, Gubernur Banten Wahidin Halim Akan Lapor Jokowi hingga Kapolri

Bukan hanya itu, para buruh juga disebut menaikkan kaki mereka ke meja kerja Gubernur dan mendokumentasikan aksi penggerudukan itu.

"Saya pikir, ini 10 tahun jadi Wali Kota (Tangerang) dan lima tahun Gubernur (Banten), baru kali ini demo buruh masuk ke ruangan, naikkin kaki di meja, foto-foto. Arogan kan," urainya.

Wahidin mengaku hendak melaporkan peristiwa penggerudukan tersebut ke Presiden Joko Widodo hingga Kapolri Jenderal Listyo Sigit.

"Saya menyerahkan kepada pihak-pihak berwenang dan saya sudah membuat konsep. Perlu saya laporkan perkembangan ini kepada Presiden, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Dalam Negeri, departemen, dan lembaga terkait, Kapolri, misalnya," urai Wahidin.

Baca juga: Pemprov DKI Ambil Alih Lahan 7.000 Meter Persegi di Senopati yang Diduduki Ilegal Hampir 20 Tahun

Laporan tersebut perlu dibuat agar pedemo yang sudah bertindak di luar batas dapat dihukum sehingga menimbulkan efek jera. Jika masa aksi bisa berbuat semaunya, dikhawatirkan kepala daerah akan takut membuat keputusan. 

Padahal keputusan itu dibuat berdasarkan aturan yang ada.

Berkait penentuan UMK di Provinsi Banten, Wahidin mengaku bahwa pihaknya sudah mengikuti ketentuan yang berlaku, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021.

"Karena nanti gubenur pada takut, wali kota, bupati, kalau ngambil keputusan. Bahkan undang-undang memberikan kewenangan ke pemerintah daerah, tapi kita diikuti peraturan-peraturan, kita kan terikat pada aturan," ucapnya.

Diberitakan sebelumnya, aksi unjuk rasa para buruh dilakukan dengan cara berorasi hingga menutup jalan di depan Kantor Gubernur Banten di Kawasan Pusat Pemerintah Provinsi Banten (KP3B) Kota Serang.

Baca juga: Ironi Kelakuan Wisatawan dari Luar Negeri, Minta Karantina Gratis tetapi Berpenampilan Glamor

Jelang malam, buruh berhasil menjebol pintu gerbang dan portal, hingga masuk ke dalam ruang kerja Gubernur Banten.

Saat di dalam ruangan, satu persatu buruh melakukan aksi duduk di kursi kerja Gubernur bergaya bak seorang pimpinan. Momen itu diabadikan oleh peserta aksi menggunakan gawai mereka.

Tak hanya itu, buruh pun mengambil air minum dari lemari pendingin yang berada di dalam ruang kerja Gubernur.

Tak terlihat petugas Satuan Polisi Pamong Praja ataupun polisi yang mencoba menghentikan aksi para buruh. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Akibat Pipa Bocor, Warga BSD City Terpaksa Beli Air Isi Ulang

Akibat Pipa Bocor, Warga BSD City Terpaksa Beli Air Isi Ulang

Megapolitan
Buka Pendaftaran PPK, KPU Depok Butuh 55 Orang untuk di 11 Kecamatan

Buka Pendaftaran PPK, KPU Depok Butuh 55 Orang untuk di 11 Kecamatan

Megapolitan
Selebgram Chandrika Chika Ditangkap Polisi Terkait Kasus Penyalahgunaan Narkotika

Selebgram Chandrika Chika Ditangkap Polisi Terkait Kasus Penyalahgunaan Narkotika

Megapolitan
Polisi Sebut Korban Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Derita Kerugian Puluhan Juta

Polisi Sebut Korban Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Derita Kerugian Puluhan Juta

Megapolitan
Sambut Pilkada DKI dan Jabar, PAN Prioritaskan Kadernya Maju di Pilkada 2024 Termasuk Zita Anjaini

Sambut Pilkada DKI dan Jabar, PAN Prioritaskan Kadernya Maju di Pilkada 2024 Termasuk Zita Anjaini

Megapolitan
Air di Rumahnya Mati, Warga Perumahan BSD Terpaksa Mengungsi ke Rumah Saudara

Air di Rumahnya Mati, Warga Perumahan BSD Terpaksa Mengungsi ke Rumah Saudara

Megapolitan
Pria Tewas di Kamar Kontrakan Depok, Diduga Sakit dan Depresi

Pria Tewas di Kamar Kontrakan Depok, Diduga Sakit dan Depresi

Megapolitan
Polisi Periksa Empat Saksi Terkait Kasus Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina

Polisi Periksa Empat Saksi Terkait Kasus Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina

Megapolitan
Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mangkir dari Panggilan Polisi

Pelaku Dugaan Penipuan Beasiswa S3 ke Filipina Mangkir dari Panggilan Polisi

Megapolitan
Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading, Kekasih Menyesal dan Minta Maaf ke Keluarga Korban

Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading, Kekasih Menyesal dan Minta Maaf ke Keluarga Korban

Megapolitan
Terjerat Kasus Penistaan Agama, TikTokers Galihloss Terancam 6 Tahun Penjara

Terjerat Kasus Penistaan Agama, TikTokers Galihloss Terancam 6 Tahun Penjara

Megapolitan
Banyak Warga Jakarta Disebut Belum Terima Sertifikat Tanah dari PTSL

Banyak Warga Jakarta Disebut Belum Terima Sertifikat Tanah dari PTSL

Megapolitan
Heru Budi Minta Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel Terhadap Perekonomian Jakarta

Heru Budi Minta Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel Terhadap Perekonomian Jakarta

Megapolitan
Agusmita Terancam 15 Tahun Penjara karena Diduga Terlibat dalam Kematian Kekasihnya yang Sedang Hamil

Agusmita Terancam 15 Tahun Penjara karena Diduga Terlibat dalam Kematian Kekasihnya yang Sedang Hamil

Megapolitan
Begal Remaja di Bekasi Residivis, Terlibat Kasus Serupa Saat di Bawah Umur

Begal Remaja di Bekasi Residivis, Terlibat Kasus Serupa Saat di Bawah Umur

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com