Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/12/2021, 22:34 WIB
Muhammad Naufal,
Jessi Carina

Tim Redaksi

TANGERANG, KOMPAS.com - Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun menganggap, ditetapkannya enam buruh di Banten sebagai tersangka usai menggeruduk kantor Gubernur Banten adalah tindakan berlebihan.

Enam buruh ditetapkan sebagai tersangka usai kuasa hukum Gubernur Banten melaporkan aksi penggerudukan itu ke Polda Banten pada 24 Desember 2021.

Ubedilah menganggap penetapan tersangka itu berlebihan sebab Wahidin seharusnya dapat menyelesaikan soal penggerudukan itu dengan cara lain.

"Gubernur Banten berlebihan karena perkara yang menyangkut kerugian material, dalam perkara pendudukan itu, itu kan bisa didialogkan," paparnya kepada Kompas.com, Rabu (29/12/2021).

Baca juga: KSPI Akui Buruh Salah karena Duduki Kursi Gubernur Banten Saat Demo UMK

"Jadi jangan apa-apa dilaporkan, diperkarakan di meja hukum, nanti ujung-ujungnya dipenjara," sambung dia.

Ubedilah menegaskan, seorang pemimpin hadir untuk menciptakan keadilan.

Cara untuk mewujudkan keadilan tidak harus membawa sebuah perkara ke meja pengadilan.

Menurut dia, banyak cara yang lebih tepat untuk menyelesaikan permasalahan itu.

"Ada cara-cara yang lebih kultural, yang lebih pancasilais. Di antara cara itu adalah bermusyawarah," katanya.

Wahidin seharusnya dapat menyelesaikan soal penggerudukan itu dengan cara memanggil para buruh yang menggeruduk kantornya.

Baca juga: Buruh Disebut Memiting Staf Pemprov Banten, Serikat Pekerja: Bukan Dipiting tapi Dirangkul

Wahidin lantas bertanya mengapa buruh sampai berani menduduki kantornya.

Seorang gubernur, menurut dia, harus siap menghadapi segala kritikan termasuk aksi penggerudukan yang terjadi.

"Saya kira solusi apa yang dilakukan oleh Pemda Banten dengan menentukan tersangka itu, itu cara menyelesaikan yang buruk di dalam perkara upah buruh," imbuhnya.

Ubedilah menambahkan, sikap Wahidin yang melaporkan aksi itu ke kepolisian adalah cara yang tidak modern dan termasuk cara yang cenderung kolonian.

Wahidin, kembali ditegaskan oleh Ubedilah, seharusnya mengedepankan diskusi, dialog, hingga negosiasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Kesendirian Rohmanto di Akhir Hayatnya, Tak Ada Keluarga dan Mati Begitu Saja di Tumpukan Sampah

Kesendirian Rohmanto di Akhir Hayatnya, Tak Ada Keluarga dan Mati Begitu Saja di Tumpukan Sampah

Megapolitan
Gaji Guru Honorer di SDN Malaka Jaya 10 Hanya Rp 300.000, P2G: Bukti Tata Kelola yang Masih Buruk

Gaji Guru Honorer di SDN Malaka Jaya 10 Hanya Rp 300.000, P2G: Bukti Tata Kelola yang Masih Buruk

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Heru Budi Sidak SDN Malaka Jaya 10 yang Gaji Guru Honorer Rp 300.000 | Ibunda Ghisca Debora Dilaporkan ke Polisi

[POPULER JABODETABEK] Heru Budi Sidak SDN Malaka Jaya 10 yang Gaji Guru Honorer Rp 300.000 | Ibunda Ghisca Debora Dilaporkan ke Polisi

Megapolitan
Tarif JA Connexion Bandara Soekarno Hatta-Stasiun Halim 2023

Tarif JA Connexion Bandara Soekarno Hatta-Stasiun Halim 2023

Megapolitan
Harga Tiket Damri Jakarta-Yogyakarta dan Jadwalnya per November 2023

Harga Tiket Damri Jakarta-Yogyakarta dan Jadwalnya per November 2023

Megapolitan
Lambang Kota Depok dan Artinya

Lambang Kota Depok dan Artinya

Megapolitan
Harga Tiket Damri Jakarta-Wonosobo dan Jadwalnya per November 2023

Harga Tiket Damri Jakarta-Wonosobo dan Jadwalnya per November 2023

Megapolitan
Tarif Transjakarta Rute Bandara Soekarno-Hatta Tak Kunjung Ditetapkan, Dishub DKI: Masih Terus Dikaji

Tarif Transjakarta Rute Bandara Soekarno-Hatta Tak Kunjung Ditetapkan, Dishub DKI: Masih Terus Dikaji

Megapolitan
Nestapa Guru SMPN di Jaksel, Disebut Tak Dibayar Selama 2 Tahun dan Hanya Dapat Upah dari Saweran Wali Murid

Nestapa Guru SMPN di Jaksel, Disebut Tak Dibayar Selama 2 Tahun dan Hanya Dapat Upah dari Saweran Wali Murid

Megapolitan
Kafe Kloud Senopati Disegel karena Kasus Narkoba, 56 Karyawan Kehilangan Pekerjaan

Kafe Kloud Senopati Disegel karena Kasus Narkoba, 56 Karyawan Kehilangan Pekerjaan

Megapolitan
9 Jalan yang Dilarang Pasang Alat Peraga Kampanye di Kota Bekasi

9 Jalan yang Dilarang Pasang Alat Peraga Kampanye di Kota Bekasi

Megapolitan
Kunjungi Kantor Damkar DKI, Cipung Dikerubuti 'Office Boy' untuk Berswafoto

Kunjungi Kantor Damkar DKI, Cipung Dikerubuti "Office Boy" untuk Berswafoto

Megapolitan
Oknum Satpol PP yang Janjikan Pekerjaan di Kantor Samsat Tak Ditahan, Polisi: Masih Pemulihan Pascaoperasi

Oknum Satpol PP yang Janjikan Pekerjaan di Kantor Samsat Tak Ditahan, Polisi: Masih Pemulihan Pascaoperasi

Megapolitan
Sidak SDN Malaka Jaya 10 Buntut Gaji Guru Rp 300.000, Heru Budi: Masalah Sudah Diselesaikan

Sidak SDN Malaka Jaya 10 Buntut Gaji Guru Rp 300.000, Heru Budi: Masalah Sudah Diselesaikan

Megapolitan
Kenalkan Mobil Pemadam ke Rayyanza 'Cipung', Damkar DKI: Dia Sempat Syok, tapi 'Happy'

Kenalkan Mobil Pemadam ke Rayyanza "Cipung", Damkar DKI: Dia Sempat Syok, tapi "Happy"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com