Flyover tapal kuda Lenteng Agung dan Tanjung Barat, Jakarta Selatan, sudah dibuka untuk umum dan bisa dilalui kendaraan, sejak uji coba tahap dua pada 1 April 2021.
Namun, flyover tersebut belum diresmikan.
Flyover yang dibangun sejak Oktober 2019 itu bertujuan untuk dapat mengurai kemacetan di perlintasan rel kereta api Lenteng Agung.
Tujuan lainnya, seperti dilansir akun Instagram Bina Marga DKI, Sabtu (30/1/2021), adalah menghapus perlintasan sebidang kereta api di daerah tersebut, meminimalisir kecelakaan lalu lintas dengan kereta api, dan mengamankan perjalanan kereta api.
Pembangunan flyover tersebut berdasarkan lelang dan telah dimenangkan PT Jakon (flyover Tanjung Barat), PT PP (flyover Lenteng Agung).
Anies mengungkapkan, proyek pembangunan kedua jembatan layang tersebut menggunakan anggaran APBD DKI sebesar Rp 140,8 miliar.
Baik flyover Tanjung barat maupun Lenteng Agung memiliki ketinggian yang sama, yakni masing-masing setinggi 6,5 meter. Akan tetapi, ukuran panjang kedua jembatan layang itu berbeda.
Flyover Tanjung Barat mempunyai panjang total 1.120 meter, dengan rincian sisi selatan 470 meter, sisi utara 580 meter dengan lebar 8 meter.
Flyover Tanjung Barat berbentuk seperti huruf U yang dibangun di putaran balik depan kampus IISIP Lenteng Agung dan Poltangan di Jalan Tanjung Barat Raya.
Baca juga: Pemprov DKI Berencana Bangun Jalan Layang Tapal Kuda Lain di Srengseng Sawah
Di sisi lain, flyover Lenteng Agung memiliki panjang total 880 meter dengan rincian sisi barat depan IISIP 430 meter dan sisi timur 450 meter.
Desain flyover yang menyerupai tapal kuda tersebut diklaim baru pertama di Indonesia.
Selain flyover, dibangun juga jembatan penyeberangan orang (JPO) di tengah flyover Tanjung Barat dan Lenteng Agung.
JPO tersebut ditujukan untuk para pejalan kaki yang ingin menyeberang melintasi rel kereta api.
Totalitas untuk mempercantik pemandangan di sekitar flyover, Pemprov juga mengecat 218 atap rumah di sekitar flyover. Jika dilihat dari jauh, atap-atap rumah itu aksn membentuk suatu mural raksasa berkarakter khas betawi.
Baca juga: Genteng Ratusan Rumah Lenteng Agung Dicat, Supaya Indah Dilihat dari Atas Flyover Tapal Kuda
Kompleks wadah berkesenian yang dibangun di era kepimpinan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada 1968, Taman Ismail Marzuki di Cikini, Jakarta Pusat masih dibenahi sejak 3 Juli 2019.
Pemprov DKI Jakarta menugaskan badan usahanya, PT Jakarta Propertindo (Jakpro) untuk membenahi bangunan-bangunan yang "memprihatinkan". Proyek revitalisasi TIM ini menelan biaya APBD senilai Rp 1,64 triliun
Menengok wajah TIM saat ini, terlihat gedung parkir dilapisi atap rumput hijau. Gedung Perpustakaan dan Wisma Seni pun terlihat menjadi gedung yang paling baru.
Gedung ini nantinya akan memiliki kapasitas 139 unit tempat tidur yang bisa digunakan oleh tamu dan para pegiat seni yang akan tampil di Taman Ismail Marzuki.
Baca juga: Empat Tahun Anies dan Revitalisasi TIM
Di sini juga terdapat Masjid Amir Hamzah, Gallery Annex, dan Gedung Graha Bhakti Budaya dengan kapasitas daya tampung 848 kursi.
Sedangkan Gedung Teater Besar tidak mengalami revitalisasi dengan kapasitas teater besar mencapai 1.200 kursi dan teater kecil 200 kursi. Memang bangunan ini belum lama direnovasi.
Planetarium yang berstatus sebagai cagar budaya hanya dipoles interiornya saja.
Dilansir dari akun Instagram Jakpro, revitalisasi tahap 1 untuk bagian Gedung Parkir, Perpustakaan, Wisma Seni dan Masjid Amir Hamzah sudah berada di 99,04 persen per 14 November 2021.
"Pada tahap 1 progresnya sudah mencapai 99,04 persen," tulis akun @jakprogroup, Sabtu (20/11/2021).
Baca juga: Pemprov DKI Bakal Ubah Wajah Taman Ismail Marzuki Jadi Simpul Ekosistem Kebudayaan
Untuk revitalisasi bagian Planetarium, Graha Bhakti Budaya, Gedung Annex, dan Teater Halaman masih di angka 41 persen.