Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Peran Eks Kades, Mantan Camat hingga Staf BPN dalam Lingkaran Mafia Tanah di Serang

Kompas.com - 31/12/2021, 17:08 WIB
Nirmala Maulana Achmad,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Eks kepala desa, mantan camat, hingga staf Badan Pertanahan Nasional (BPN) menjadi mafia tanah di Serang, Banten.

Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Pusat berhasil mengungkap modus operandi pelaku, yakni dengan membuat keterangan palsu ke dalam akta otentik.

Ada sembilan pelaku yang ditangkap. Pertama berinisial MH yang menjabat sebagai Kepala Desa Bendung, Kecamatan Kasemen, pada periode 1998-2017.

Baca juga: 10 Mafia Tanah di Serang Ditangkap, Ada Eks Kades, Mantan Camat, hingga Staf BPN

MH berperan menerima uang pelapor, menandatangani 27 akta jual beli (AJB) selaku penjual, menyuruh staf desa untuk tandatangan sebagai penjual dalam 9 AJB dan turut tandatangan sebagai saksi. MH juga membuat surat-surat palsu untuk proses penertiban 7 sertifikat dan sebagai penunjuk batas tanah saat dilakukan pengukuran oleh BPN.

Pelaku kedua berinisial RD, berprofesi sebagai petugas ukur BPN.

Pelaku ketiga, ID, selaku PPATS Camat Kasemen yang telah menandatangi 36 AJB palsu. ID juga menerima uang Rp 25 juta.

Baca juga: Eks Kades dan Mantan Camat Jadi Mafia Tanah di Serang, Korban Rugi hingga Rp 670 Juta

Pelaku keempat SB, selaku staf PPATS Kecamatan Kasemen yang telah memberikan penomoran pada AJB palsu.

Pelaku kelima SA, selaku staf desa yang perannya mengetik dan membuat 36 AJB palsu.

Pelaku keenam hingga kesembilan JD, HS, SD hingga AH, staf desa yang masing-masing sebagai pemilik tanah palsu atau penjual dalam 9 AJB.

Wakil Kepala Kepolisian Resor Jakarta Pusat AKBP Setyo saat konferensi pers pada Rabu (29/12/2021) mengatakan, pemalsuan hak guna bangunan (HGB) itu sudah dimulai oleh para pelaku sejak 2014. 

Baca juga: KALEIDOSKOP 2021: Mafia Tanah Berkeliaran, Korbannya Eks Pejabat, Nirina Zubir, hingga Tukang AC

Selama kurun waktu tersebut, pelaku telah memalsukan 36 akta jual-beli dengan luas tanah 11.000 hektar dan tujuh serfitikat.

"Pelapor (korban) menerima tujuh sertifikat tersebut. Namun, ketika pengecekan lokasi, ternyata tanah yang tercatat dalam sertifikat tersebut adalah tanah milik warga desa," ujar Setyo.

Akibatnya, korban merugi Rp 670 juta. Itu dihitung dari nilai jual obyek pajak (NJOP) tanah di desa tersebut.

Para pelaku dijerat Pasal 266, 264, 263 juncto 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman pidana maksimal delapan tahun penjara.

Sebagai catatan, dalam konferensi pers, Setyo menyebutkan pelaku ada 10. Namun, yang ditampilkan hanya 9 pelaku.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dua Karyawan SPBU Karawang Diperiksa dalam Kasus Bensin Dicampur Air di Bekasi

Dua Karyawan SPBU Karawang Diperiksa dalam Kasus Bensin Dicampur Air di Bekasi

Megapolitan
Soal Urgensi Beli Moge Listrik untuk Pejabat, Dishub DKI: Targetnya Menekan Polusi

Soal Urgensi Beli Moge Listrik untuk Pejabat, Dishub DKI: Targetnya Menekan Polusi

Megapolitan
Jadwal Buka Puasa di DKI Jakarta Hari Ini, 28 Maret 2024

Jadwal Buka Puasa di DKI Jakarta Hari Ini, 28 Maret 2024

Megapolitan
Gagal Rekonstruksi karena Sakit, Gathan Saleh Dibawa ke Dokter

Gagal Rekonstruksi karena Sakit, Gathan Saleh Dibawa ke Dokter

Megapolitan
Karyoto Disebut Hentikan Perkara Firli Bahuri Diam-diam, Polda Metro Jaya: Mengada-ada!

Karyoto Disebut Hentikan Perkara Firli Bahuri Diam-diam, Polda Metro Jaya: Mengada-ada!

Megapolitan
9 Tahun Misteri Kasus Kematian Akseyna, Keluarga Tidak Dapat “Update” dari Polisi

9 Tahun Misteri Kasus Kematian Akseyna, Keluarga Tidak Dapat “Update” dari Polisi

Megapolitan
Ammar Zoni Residivis Narkoba 3 Kali, Jaksa Bakal Pertimbangkan Tuntutan Hukuman

Ammar Zoni Residivis Narkoba 3 Kali, Jaksa Bakal Pertimbangkan Tuntutan Hukuman

Megapolitan
Kasus DBD Melonjak, Dinkes DKI Gencarkan Kegiatan “Gerebek PSN” Seminggu Dua Kali

Kasus DBD Melonjak, Dinkes DKI Gencarkan Kegiatan “Gerebek PSN” Seminggu Dua Kali

Megapolitan
Jadwal Buka Puasa di Tangsel Hari Ini, 28 Maret 2024

Jadwal Buka Puasa di Tangsel Hari Ini, 28 Maret 2024

Megapolitan
Jadwal Buka Puasa di Tangerang Hari Ini, 28 Maret 2024

Jadwal Buka Puasa di Tangerang Hari Ini, 28 Maret 2024

Megapolitan
Kembangkan 'Food Estate' di Kepulauan Seribu, Pemprov DKI Bakal Perhatikan Keselamatan Lingkungan

Kembangkan "Food Estate" di Kepulauan Seribu, Pemprov DKI Bakal Perhatikan Keselamatan Lingkungan

Megapolitan
Kelakar Heru Budi Saat Ditanya Dirinya Jadi Cagub DKI: Pak Arifin Satpol PP Juga Berpotensi...

Kelakar Heru Budi Saat Ditanya Dirinya Jadi Cagub DKI: Pak Arifin Satpol PP Juga Berpotensi...

Megapolitan
Keluarga Korban Pembacokan di Kampung Bahari Masih Begitu Emosi terhadap Pelaku

Keluarga Korban Pembacokan di Kampung Bahari Masih Begitu Emosi terhadap Pelaku

Megapolitan
Jadwal Buka Puasa di Kota Bogor Hari Ini, 28 Maret 2024

Jadwal Buka Puasa di Kota Bogor Hari Ini, 28 Maret 2024

Megapolitan
Aviary Park Bintaro: Harga Tiket Masuk dan Fasilitasnya

Aviary Park Bintaro: Harga Tiket Masuk dan Fasilitasnya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com