JAKARTA, KOMPAS.com - Kenaikan harga elpiji nonsubsidi sejak beberapa waktu terkahir bukan saja berdampak pada penjualan di agen gas, namun juga di sektor kuliner Ibu Kota, terutama warteg.
Ketua Komunitas Warteg Nusantara, Mukroni mengatakan, naiknya harga gas 12 kilogram membuat pengusaha warteg harus memutar otak dengan tujuan demi mendapat keuntungan.
Salah satu yang belakangan dilakukan beberapa pengusaha warteg yakni beralih dari gas 12 kilogram ke gas 3 kilogram atau melon.
"Kena imbas, gas yang 12 kilogram mahal, warteg lebih ke gas yang 3 kilogram," ujar Mukroni saat dihubungi, Sabtu (1/1/2022).
Baca juga: Pertamina Naikkan Harga Elpiji Nonsubsidi, Pembeli di Agen Gas Kebayoran Baru Menurun
Meski menjadi salah satu solusi sementara, namun penggunaan gas melon itu bagaikan makan buah simalakama bagi para pengusaha warteg.
Penggunaan yang banyak dikhawatirkan membuat gas melon yang merupakan subsidi dari pemerintah menjadi langka.
"Mudah-mudahan itu tidak terjadi. Itu yang warteg takutkan langkanya gas 3 kilogram," kata Mukroni.
Mukroni menegaskan, kelangkaan gas melon belum dirasakan oleh para penguasa warteg. Mereka sejauh ini masih mudah untuk mendapatkannya.
"Itu sering terjadi hukum pasar berlaku (banyak pengguna kemudian langka), tapi untuk sementara belum. Kita lihat 2 minggu ke depan," ucap Mukroni.
Baca juga: Mengenang Meriahnya Malam Tahun Baru di Jakarta Sebelum Pandemi Covid-19...
Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) telah menaikkan harga gas elpiji nonsubsidi sejak Sabtu (25/12/2021). Harga gas elpiji nonsubsidi dinaikkan hingga Rp 2.600 per kilogram.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.