JAKARTA, KOMPAS.com - Tahun 2022 telah tiba. Jabatan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pun akan habis pada Oktober tahun ini. Ia akan digantikan oleh pelaksana tugas karena pilkada DKI Jakarta baru akan digelar kembali pada 2024, berbarengan dengan pemilihan presiden dan pemilu legislatif.
Lalu, bagaimana nasib karier politik Anies setelah kehilangan jabatan?
Gelap gulita
Analis politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, menilai Anies akan menghadapi jalan terjal jika ingin mencalonkan diri pada Pilpres 2024. Sebab, Anies sudah kehilangan panggung politiknya.
"Menjaga performa dan elektabilitas tentu bukan pekerjaan mudah. Pada 2022, Anies bukan lagi gubernur dan karenanya tak punya panggung politik lagi. Di situ ujian elektabilitas yang sesungguhnya," kata Adi Prayitno kepada Kompas.com beberapa waktu lalu.
"Apa pun judulnya, dua tahun tanpa panggung politik itu sangat berpengaruh, baik dari segi pemberitaan, perbincangan politik," ia menambahkan.
Baca juga: Anies: Saya Tidak Minta Anda Sukai Saya, tetapi Saya Minta Anda Bangun Jakarta
Selain itu, Adi juga menyoroti minimnya kans partai politik untuk mengusung Anies di pilpres mendatang. Ia mengatakan, Anies memang termasuk salah satu sosok dengan elektabilitas paling moncer di antara sosok-sosok lain.
Meskipun demikian, Anies yang notabene datang dari latar belakang profesional tidak memiliki dukungan resmi dari partai politik untuk karier politiknya. Adi menilai, kecenderungan partai-partai politik jelang Pilpres 2024 adalah menjagokan elite mereka untuk maju.
Ini membuat Anies tak punya garansi apa-apa untuk mengamankan peluang ke Istana Negara.
"Saya kira pencapresan Anies tahun 2024 itu gelap gulita. Karena selama 2022-2024, dua tahun itu panjang sekali dan pasti dua tahun itu sudah banyak yang muncul figur-figur baru dan idola-idola lain, baik itu menteri ataupun dari Plt yang bakal ditunjuk nantinya," ungkap Adi.
Baca juga: Pantau Pengamanan Malam Pergantian Tahun, Anies dan Sandi Bertemu di Bundaran HI
Ia pun menilai Anies bisa saja kembali mencalonkan diri di Pilgub DKI Jakarta 2024 jika tak mendapatkan tiket jadi capres dari parpol.
"Balik lagi ke Jakarta, itu pilihan rasional," katanya.
Namun, ada juga pendapat berbeda mengenai nasib politik Anies pasca lengser sebagai gubernur. Simak halaman selanjutnya.
Anies diuntungkan
Pendapat berbeda datang dari pengamat politik sekaligus pendiri lembaga survei Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago. Ia menilai Anies bisa jadi diuntungkan saat masa jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta berakhir pada 16 Oktober mendatang.
"Banyak orang bilang panggung Anies akan hilang. Tapi saya melihat itu justru akan balik untuk dia bisa keliling Indonesia memperkenalkan pencapaian keberhasilannya," kata Pangi.
Pangi menilai, dengan tak lagi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies justru bisa fokus berkampanye tanpa harus memusingkan pekerjaannya sebagai pemimpin ibu kota. Anies juga tak terbebani dengan dosa meninggalkan jabatan gubernur untuk maju sebagai capres.
Baca juga: Sambut 2022, Anies: Tahun Kemarin, Tahun yang Pilu...
Ia mengatakan, tokoh politik yang tak lagi memiliki jabatan di Indonesia memang pada akhirnya kerap kehilangan momentum dan panggung politik. Ini misalnya terjadi pada Gatot Nurmantyo yang pesonanya meredup setelah tak lagi menjabat sebagai Panglima TNI.
Namun, semuanya kembali lagi ke personal setiap tokoh. Jika dibandingkan Gatot, Pangi menilai Anies memiliki nilai lebih karena berpengalaman sebagai menteri hingga gubernur.
"Kan kembali ke orang masing-masing. Kalau dia punya desain, bekerja terus, menyampaikan keberhasilan, dia bisa mantain itu," kata Pangi.
Pangi juga menilai, waktu 'menganggur' sebelum pilpres 2024 juga bisa dimanfaatkan Anies untuk menarik dukungan partai politik. Posisi Anies yang bukan elite atau kader parpol membuat ia harus pintar mencari perahu yang bisa mengantarnya menjadi calon presiden.
Ada dua cara yang bisa dilakukan Anies untuk menarik dukungan parpol. Pertama, adalah dengan terus berkampanye dan berupaya meningkatkan elektabilitasnya.
"Parpol itu sebenarnya poinnya sederhana. Partai akan mendukung yang kira-kira bakal menang. Dasarnya elektabilitas berdasarkan hasil riset. Enggak mungkin partai mengusung capres yang akan kalah," kata Pangi.
Baca juga: Data BPS: Indeks Kebahagiaan Warga DKI Jakarta Turun Semenjak Anies Menjabat Gubernur
Cara kedua adalah melakukan pendekatan personal ke parpol. Ia menilai cara ini efektif dilakukan kepada parpol-parpol dengan kursi kecil yang tak memiliki jagoan sendiri untuk diusung pada Pilpres 2024.
Anies sendiri sebenarnya sudah memiliki rencana pasca-lengser dari kursi Gubernur DKI. Simak halaman berikutnya.
Rencana Anies
Anies sendiri mengakui bahwa ia sebetulnya sudah mempunyai rencana berkampanye tahun depan untuk jadi calon gubernur petahana seandainya Pilkada DKI dihelat pada 2022.
"Dulu rencananya nanti tahun terakhir, (kalau ada pilkada tahun 2022), baru mulai kampanye," ujar Anies dalam acara workshop nasional Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Amanat Nasional (PAN) yang disiarkan di akun YouTube PAN TV, Rabu (6/10/2021).
Namun, karena pemerintah pusat sudah menerapkan bahwa pilkada bakal dihelat serentak pada 2024, rencana itu urung dilakukan.
"Ternyata enggak ada pilkada tahun depan. Jadi ya sudah, kita kerja terus saja, gitu kan. Enggak ada kampanye tahun depan. Kalau ada pilkada tahun depan kita kampanye, tetapi karena enggak ada pilkada ya sudah kita terusin saja kerja sampai akhir," tuturnya.
Baca juga: Anies Kumpulkan Lurah dan Camat se-Jakarta, Minta Tuntaskan Janji Kampanye
Anies mengungkapkan rencananya keliling Indonesia setelah tak lagi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
"Kemarin kan tahanan kota lima tahun, jadi habis itu kalau sudah, saya keliling saja ke mana-mana, di Indonesia, itu kira-kira," kata Anies.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.