DEPOK, KOMPAS.com - Kejaksaan Negeri Depok kembali menetapkan satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait belanja seragam dan sepatu PDL Damkar Kota Depok Tahun Anggaran 2017-2018.
"Ya. Kemarin kami telah menetapkan kembali satu orang tersangka berinisial WI berstatus PNS pada Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) dan Penyelamatan Kota Depok," ujar Kepala Kejaksaan Negeri Sri Kuncoro, Kamis (6/1/2022).
Baca juga: Eks Sekretaris Dinas Damkar Kota Depok Jadi Tersangka Dugaan Korupsi Belanja Seragam dan Sepatu PDL
WI dijerat Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP.
Sebelumnya, pada Kamis (30/12/2021), kejaksaan telah menetapkan dua tersangka kasus korupsi yakni mantan Sekretaris Dinas Damkar Kota Depok berinisial AS dan A, mantan Bendahara Pengeluaran Pembantu.
AS menjadi tersangka dalam perkara dugaan korupsi belanja seragam dan sepatu PDL pada 2017 dan 2018. Sedangkan A menjadi tersangka dugaan korupsi terkait pemotongan upah atau penghasilan tenaga honorer pada periode 2016 hingga 2020.
"Jadi total sudah tiga tersangka dalam perkara korupsi pada Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) dan Penyelamatan Kota Depok," ucap Kuncoro.
Dalam kasus belanja seragam dan sepatu PDL, kerugian keuangan negara diperkirakan mencapai Rp 250 Juta. Kemudian, perkiraan kerugian negara akibat pemotongan gaji pegawai Dinas Damkar Kota Depok mencapai Rp 1,1 miliar.
Sebelumnya, seorang anggota Damkar Depok, Sandi, menyebarluaskan foto dirinya menunjukkan spanduk berisi protes dan desakan pengusutan korupsi di instansi tempatnya bekerja.
Isi tulisan dalam poster yang pertama yakni, Bapak Kemendagri tolong, untuk tindak tegas pejabat di Dinas Pemadam Kebakaran Depok. Kita dituntut kerja 100 persen, tapi peralatan di lapangan pembeliannya tidak 10 persen, banyak digelapkan.
Poster kedua bertuliskan, Pak Presiden Jokowi tolong usut tindak pidana korupsi, Dinas Pemadam Kebakaran Depok.
Kemudian, Sandi menjelaskan motif dan tujuannya melakukan hal itu.
"Saya hanya memperjuangkan hak dan memang apa adanya, kenyataan, fakta di lapangan untuk pengadaan barang Damkar itu hampir semua tidak sesuai spek yang kami terima, tapi kami dituntut bekerja 100 persen, tapi barang-barang yang kami terima itu tidak 100 persen,” kata Sandi melalui sambungan telepon, saat itu, dikutip dari Tribun Jakarta.
“Kami tahulah (sebagai) anggota lapangan, kami tahu kualitas, seperti harga selang dia bilang harganya jutaan rupiah, akan tetapi selang sekali pakai hanya beberapa tekanan saja sudah jebol,” lanjut dia.
Selain pengadaan perlengkapan yang tak sesuai spesifikasi, Sandi juga mengaku tak menerima hak finansial secara penuh.
“Hak-hak kami, pernah merasakan anggota disuruh tanda tangan Rp 1,8 juta, menerima uangnya setengahnya Rp 850.000. Itu dana untuk nyemprot (disinfektan) waktu zaman awal Covid-19," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.