JAKARTA, KOMPAS.com - Warga di kota dan kabupaten Bekasi kini mengalami nasib serupa. Pimpinan di dua daerah penyangga ibu kota itu sama-sama tersandung kasus korupsi dan ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ini terjadi hanya dalam selang waktu 3 tahun.
Bupati Bekasi ditangkap 2018
Pada 2018, Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin ditangkap KPK dalam kasus tindak pidana korupsi suap perizinan proyek pembangunan Meikarta di Cikarang, Kabupaten Bekasi.
Kala itu, Neneng disebut menerima suap sebesar Rp10,5 miliar dari mantan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang, Bartholomeus Toto, sebagai imbalan memperoleh kemudahan izin pembangunan proyek Meikarta.
Neneng kemudian dijatuhi vonis dengan hukuman enam tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider empat bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung.
Giliran Wali Kota yang ditangkap
Baru-baru ini giliran Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi yang ditangkap KPK. Pria yang akrab disapa Pepen itu diamankan tim KPK bersama 13 orang lainnya dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Kota Bekasi, Jawa Barat, pada Rabu (5/1/2022) siang.
Setelah menjalani pemeriksaan, Pepen keluar gedung KPK dengan mengenakan rompi tahanan.
Pepen kini telah ditetapkan sebagai tersangka suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi. Jumlah uang yang diterima politisi Partai Golkar itu nilainya fantastis, yakni mencapai Rp 5,7 miliar.
Kasus korupsi pada 2012
Pada 2012, Wali Kota Bekasi Mochtar Mohamad juga dibekuk KPK karena masalah yang sama, yakni korupsi. Mochtar didakwa dalam empat perkara kasus korupsi dalam persidangan.
Mochtar didakwa terlibat dalam perkara penyuapan anggota DPRD Bekasi sebesar Rp 1,6 miliar. Mochtar juga diduga menyalahgunakan anggaran makan-minum sebesar Rp 639 juta untuk memuluskan pengesahan anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun 2010.
Dia pun disebut memberikan uang suap sebesar Rp 500 juta untuk mendapatkan Piala Adipura 2010 dan menyuap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp 400 juta agar mendapat opini wajar tanpa pengecualian.
Mochtar sempat diputus bebas oleh majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi Bandung. Namun, di tingkat kasasi tahun 2012, Mochtar dinyatakan terbukti bersalah dan divonis 6 tahun penjara. Setelah mendapat remisi, ia bebas dari bui pada Juni 2015.
Ironi
Menurut anggota Ombudsman Republik Indonesia, Robert Na Endi Jaweng, kasus korupsi yang terus menjerat kepala daerah di wilayah Bekasi menjadi ironi. Di Kabupaten Bekasi, daerah itu memang secara struktur politik dan ekonomi rentan terhadap tindak pidana korupsi.
”Kabupaten Bekasi itu karena daerah kaya, letaknya strategis, banyak kawasan industri. Sementara struktur kekuasaan lokalnya di kuasai oleh elite-elite tertentu. Jadi, (potensi) terjadinya korupsi itu rentan,” kata Robert seperti dilansir Kompas.id.
Kondisi berbeda justru terjadi di Kota Bekasi. Sebab, daerah itu lebih banyak dihuni kelompok kelas menengah dan tempat tinggal warga yang bekerja di Jakarta. Kasus yang menjerat Rahmat Effendi juga cukup disesalkan lantaran selama masa kepemimpinan Rahmat, dia dinilai inovatif dan inklusif.
Di akhir 2021, Kota Bekasi mendapat penghargaan dari Ombudsman RI sebagai empat kota teratas dari 98 kota di seluruh Indonesia terkait dengan standar kepatuhan pelayanan publik.
”Kota Bekasi ini menjadi ironi. Sistem dibangun, tetapi godaan pada otoritas yang kuat dengan integritas yang lemah itu akhirnya menyebabkan (kepala daerah) mencampuri dan mengintervensi sistem yang ada. Masih ada pintu belakang dan ruang gelap kekuasaan,” ujar Robert.
Tanggapan warga Bekasi
Sejumlah warga Bekasi angkat bicara soal kasus korupsi yang terus terjadi di tempat tinggalnya.
Seorang warga Kota Bekasi bernama Ragil berharap agar ke depannya warga Bekasi lebih jeli dalam memilih pemimpin agar korupsi tidak menjadi budaya di Kota Bekasi.
"Saya rasa ini pukulan telak buat warga Bekasi dan saya juga berharap, warga Bekasi, seperti saya tidak lagi salah dalam memilih pemimpin. Saya berharap untuk tidak ada lagi kasus korupsi, agar tak menjadi budaya yang melekat khususnya di Kota Bekasi ini," pungkas Ragil.
Ragil sendiri mengaku terkejut dengan tertangkapnya Rahmat Effendi oleh KPK. Menurut dia, pada periode pertama Rahmat Effendi menjabat sebagai Wali Kota, kinerja dan pembangunan di Kota Bekasi terlihat nyata.
Saskia, pegawai swasta sekaligus warga Bekasi, mengaku tidak menyangka dengan kode "sumbangan masjid" yang digunakan Rahmat Effendi untuk meminta sejumlah uang.
"Pasti kaget dan enggak nyangka ya, korupsinya pakai kode sumbangan masjid. Kalau hal kayak begini saja sudah diketahui publik, saya makin enggak yakin kalau ada orang minta sumbangan atau bilang untuk sumbangan masjid," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.