Pada 22 Juni 1962, saat peringatan ulang tahun ke-435 Jakarta, Sukarno menegaskan bahwa Jakarta akan tetap jadi ibu kota.
Dua tahun berselang, pidato senada kembali ia sampaikan, diikuti dengan Penetapan Presiden Nomor 10 Tahun 1964 tentang Pernyataan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya Tetap Sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia Dengan Nama Jakarta.
Dalam penjelasan Penetapan Presiden tersebut ditegaskan: “Dengan dinyatakan Daerah Khusus Ibu-Kota Jakarta Raya tetap menjadi Ibu Kota Negara Republik Indonesia dengan Jakarta, dapatlah dihilangkan segala keragu-raguan yang pernah timbul, berhubung dengan adanya keinginan-keinginan untuk memindahkan Ibu-Kota Negara Republik Indonesia ke tempat lain.”
Di masa orde baru, gagasan untuk memindahkan ibu kota bukannya tidak muncul sama sekali. Kawasan Jonggol, Jawa Barat, sempat disebut-sebut sebagai calon pengganti Jakarta.
Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun ide pemindahan ibu kota sempat terdengar meski tidak ada langkah kongkret.
Baru di masa kepemimpinan Presiden Jokowi wacana ini kembali menggema. Bedanya, ide ini ditindaklanjuti aksi-aksi nyata sampai akhirnya muncul penetapan soal IKN Nusantara.
Seperti halnya perumusan RUU lain, RUU IKN juga dilengkapi dengan naskah akademik.
Salah satu muatannya menuliskan: “Berdasarkan permasalahan dihadapi DKI Jakarta dan wilayah Jabodetabek, yaitu seperti laju urbanisasi yang tinggi, kemacetan tinggi yang berimplikasi pada kualitas udara yang tidak sehat, keterbatasan suplai air baku, banjir tahunan, dan penurunan muka tanah serta ancaman potensi gempa. Sehubungan dengan hal itu, dapat disimpulkan bahwa daya tampung, daya dukung lingkungan sudah sangat berat serta adanya keterbatasan pengembangan lahan maka tidak memungkinkan lagi wilayah DKI Jakarta menjadi Ibu Kota Negara yang efisien dan efektif serta dapat bersaing dengan ibu kota negara lain baik saat ini maupun masa depan.”
Menengok sejarah bagaimana usulan pemindahan ibu kota seperti tak pernah redup, ditambah dengan narasi yang digunakan dalam naskah akademis, tampaknya Jakarta memang ibu kota yang tak diinginkan.
Apa benar seperti itu? Seperti apa nasib Jakarta ketika sudah tak lagi menjadi ibu kota?
Apakah akan ditinggalkan dan mengalami kemunduran dalam berbagai hal. Atau justru tetap memiliki daya tarik bagi para perantau. Waktu yang kelak akan menjawabnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.