JAKARTA, KOMPAS.com - Di antara rumah-rumah warga di kawasan Kali Besar, Glodok, Jakarta Barat, berdiri dengan anggun sebuah wihara tua bernama Vihara Tanda Bhakti atau Vihara Tan Seng Ong.
Saat memasuki area wihara, pengunjung akan disambut oleh halaman yang luas. Di bagian depannya terdapat empat area ibadah yang dipisang oleh ruang-ruang kecil.
Semakin masuk ke bagian dalam vihara, ada beberapa tempat sembahyang yang dibagi dalam ruang-ruang yang cukup luas.
Di tengah area tersebut, terdapat sebuah kolam yang dipenuhi dengan ikan koi.
Sisi-sisi dinding vihara tersebut banyak dihiasi ornamen dan gambar-gambar indah. Ukiran naga juga memenuhi sejumlah tiang di rumah ibadah tersebut.
Baca juga: Kisah 7 Sumur di Vihara Gayatri Depok, Dipercaya Beri Kesembuhan hingga Bikin Enteng Jodoh
Warna emas dan merah memberi semarak pada ruang-ruang di dalam wihara.
Saat malam tiba, lampu temaram dinyalakan sehingga menghadirkan suasana yang nyaman.
Wihara ini memang tak sepopuler tempat ibadah lain di sekitarnya, seperti Vihara Dharma Bhakti atau Vihara Toa Se Bio yang berada tak jauh dari sana.
Namun, wihara ini ternyata menyimpan nilai sejarah tersendiri bagi keturunan Tioanghoa di Jakarta, khususnya yang tinggal di kawasan Glodok dan sekitarnya.
Dikutip dari terjemahan buku Da Jiang Hao Hai Yin Hua Fung Yu yang terbit pada 2013, Vihara Tan Seng Oh ini dibangun ratusan tahun silam, tepatnya pada 1756 atau berusia 266 tahun.
Dalam terjemahan yang juga menghiasi dinding vihara tersebut dituliskan, Vihara Tan Seng Ong Jakarta adalah lambang, tanda, dan gambaran pergulatan hidup nenek moyang Tionghoa kala itu.
Baca juga: Jelang Imlek, Umat Sembahyang dengan Khusyuk di Vihara Toasebio Glodok
Diceritakan, wihara ini didirikan setelah terjadinya sebuah tragedi suram yang menimpa keturunan Tionghoa kala itu. Peristiwa itu dikenal dengan nama Geger Pecinan.
"Ketika itu, Jakarta persis pada bulan Oktober tahun 1740 terjadi pembantaian sadis pada orang Tionghoa Djakarta. Sekitar sepuluh ribu orang Tionghoa, baik laki-laki, perempuan, orang tua, muda-mudi, dan anak-anak, dibantai dengan sadis oleh tentara Belanda," jelas buku tersebut.
Akibat pembantaian itu, sebagian besar orang Tionghoa yang bermukim di Batavia, Jakarta kala itu, dan Jawa Barat, melarikan diri ke daerah sekitar Jawa Tengah.
Tak hanya melarikan diri, mereka juga ikut serta dalam pemberontakan-pemberontakan masyarakat Jawa dalam menentang Belanda.
"Sementara, Batavia dalam beberapa tahun menjadi kota mati," tulisnya.
Baca juga: Vihara Bahtera Bhakti, Wihara Bersejarah yang Direkomendasikan Jadi Cagar Budaya
Setelah peristiwa itu, wihara ini pun didirikan dengan nama Tan Seng Ong.
Dalam sebuah catatan yang dipamerkan di dinding vihara, Tan Seng Ong disebut lahir pada tahun 657 masehi atau di masa Dinasti Tang.
Ia merupakan seorang pejabat militer dan pendiri daerah Zhang Zou, Provinsi Fujian, Tiongkok.
Pemujaan terhadap Tan Seng Ong sendiri dimulai dari kaum imigran Hokian bermarga Tan (Chen) yang berasal dari Zhang Zhou dan Quan Zhou.
"Semasa hidup, Tan Seng Ong berperang melawan pemberontakan, demi meredakan kejahatan," tulis catatan tersebut.
Baca juga: Vihara Dharma Bhakti Jadi Tujuan Wisata, Anies Harap Kawasannya Ditata
Wihara Tanda Bhakti Jakarta pun dibangun sebagai lambang, tanda, dan gambaran pergulatan hidup nenek moyang Tionghoa dalam menghadapi peristiwa suram saat itu.
"Maka patutlah anak cucu keturunannya merawat dan menjaganya dengan sebaik-baiknya, bio (wihara) yang merupakan budaya peninggalan sejarah Jakarta," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.