JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah memperhatikan kuota kebutuhan dan pengaturan harga minyak goreng.
Hal tersebut merupakan salah satu rekomendasi YLKI berdasarkan survei yang dilakukan tentang ketersediaan dan kelangkaan minyak goreng di pasaran.
"Pemerintah agar lebih memperhatikan lagi kuota kebutuhan dalam negeri dan pasokan pemerataan distribusi minyak goreng bersubsidi untuk masyarakat," kata Staf Bidang Penelitian YLKI Niti Emil dalam Press Breafing YLKI tentang Advokasi Minyak Goreng secara virtual, Jumat (11/2/2022).
Baca juga: YLKI Buka Posko Pengaduan Minyak Goreng, Warga Bisa Lapor ke Sini
"Pemerintah juga agar lebih memperhatikan pengaturan harga pasaran minyak goreng di masyarakat agar tidak terlalu tinggi," lanjut dia.
YLKI melakukan survei beberapa kategori tentang kelangkaan minyak goreng tersebut.
Salah satunya adalah tentang kesesuaian harga minyak dengan harga subsidi pemerintah. Hasilnya, 69 persen atau 9 toko harganya di atas standar.
"Ini berarti di pasaran harganya melebihi harga yang diberikan subsidi pemerintah," kata dia.
Selanjutnya terdapat 15 persen atau 2 toko yang menjual minyak goreng dengan harga sesuai standar pemerintah.
Baca juga: YLKI: Pemerintah Jangan Malu Evaluasi Kebijakan soal Minyak Goreng
Kemudian ada 2 toko dengan persentase masing-masing 8 persen yang menjual harga sesuai dan di atas standar serta harga di bawah standar.
"Berdasarkan penemuan kami itu, rata-rata harga minyak di pasaran Rp 16.171 per liter. Dari harga rata-rata yang ditemukan pun masih agak tinggi dibandingkan dengan harga subsidi yang diberikan pemerintah," kata dia.
Dari hasil survei itu pula, pihaknya juga meminta konsumen untuk lebih bersabar dan menghemat dalam penggunaan minyak goreng.
Dengan demikian, maka tidak akan terjadi panic buying.
Baca juga: Survei YLKI: Mayoritas Toko di Jakarta dan Bekasi Tak Punya Stok Minyak Goreng
Termasuk meminta pelaku usaha agar dapat lebih tegas dalam menerapkan kebijakan pada konsumen dalam pembatasan pembelian minyak goreng (ritel).
"Kemudian memproduksi minyak dengan jumlah yang cukup untuk kebutuhan masyarakat Indonesia," kata dia.
Pasalnya, hasil survei juga menunjukkan tidak tersedianya minyak goreng di lokasi survei, yakni wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi.
Dari 30 toko yang disurvei, terdapat 57 persen atau 17 toko yang tidak memiliki ketersediaan minyak goreng.
"Mayoritas di 17 toko tidak tersedia minyak goreng kelapa sawit baik harga yang bersubsidi maupun harga yang masih mahal," ujar Niti.
Hasil survei juga menunjukkan, 30 persen atau 9 toko tidak memiliki ketersediaan minyak goreng yang tidak bersubsidi. Artinya, harganya masih tinggi.
Kemudian terdapat 10 persen atau 3 toko memiliki ketersediaan minyak goreng bersubsidi serta satu toko yang menyediakan minyak goreng dengan harga subsidi dan tidak bersubsidi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.