JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah menghapus hasil tes negatif Covid-19 berdasarkan antigen dan PCR sebagai syarat perjalanan penumpang transportasi umum.
Menanggapi kebijakan baru tersebut, sejumlah warga ragu, apakah aturan itu dapat menjamin risiko penumpang terpapar Covid-19 tidak semakin besar.
Sari (27), warga pendatang yang kini tinggal di Palmerah, Jakarta Barat, mengaku khawatir dengan kebijakan tersebut.
"Kebijakan ini tentu membuat kekhawatiran, apakah yakin bakal aman? Terlebih kasus Covid-19 belum lama ini sangat tinggi, saya termasuk salah satu pasiennya beberapa pekan lalu," kata Sari kepada Kompas.com, Selasa (8/3/2022).
Baca juga: Tes PCR/Antigen Dihapus Sebagai Syarat Perjalanan, Warga Khawatir Penularan Makin Parah
Sari mempertanyakan, apakah aturan tersebut diterapkan berdasarkan penilaian para ahli kesehatan.
"Apakah berdasarkan kesepakatan ahli yang bertujuan untuk melindungi masyarakat, bukan kepentingan ekonomi atau bahkan politik semata?" kata Sari mempertanyakan.
Menurutnya, saat tes Covid-19 menjadi syarat perjalanan, masih ada saja kemungkinan penumpang terpapar Covid-19.
"Di saat persyaratan ketat saja virus bisa bobol dan memapar orang, bagaimana jika tidak tes sama sekali?" tanya Sari kembali.
Ia pun menceritakan pengalamannya ketika terbang dari Jakarta ke Manado pekan lalu.
"Dari Jakarta kami antigen, setibanya di sana, kami diwajibkan antigen kembali. Layanannya gratis dari pemerintah sana, dilakukan di bandara, hasilnya cepat," kata Sari.
"10 menit kemudian, saat pengumuman hasil, seorang kakek diajak ke ruang lain, sedangkan kami yang negatif dipersilakan melanjutkan perjalanan. Kabarnya hasil antigen kakek itu positif, ia pun melakukan tes PCR," lanjut Sari.
Dari peristiwa tersebut, Sari menilai, dengan persyaratan penumpang yang ketat, seorang penumpang masih bisa terpapar Covid-19.
"Bagaimana jika nanti ditiadakan, siapa yang akan mengontrol paparan itu?" keluh Sari.
Baca juga: Tes PCR/Antigen Dihapus sebagai Syarat Perjalanan, PO Bus Berharap Jumlah Penumpang Meningkat
Kekhawatiran serupa juga disampaikan Yaya (28), warga Depok, Jawa Barat. Menurut Yaya, kebijakan tersebut bisa saja menjadi bumerang dan membuat kasus Covid-19 kembali meningkat.
"Enggak sepakat ya sama aturan itu. Soalnya biasanya kalau lengah sedikit saja, kasus habis itu naik lagi. Nanti PPKM lagi dan makin parah. Lelah kan," kata Yaya.