Menurut Rasamala, kliennya mendapat informasi bahwa Budi memiliki bisnis jual beli emas.
Mereka yang tertarik kemudian menyerahkan emas yang dimiliki kepada Budi pada 2019.
Para kliennya menerima bilyet giro dari Budi usai menyerahkan emas-emas milik mereka.
"Dengan penyerahan emas itu, Budi Hermanto, si terdakwa, menyerahkan bilyet giro sebagai pembayaran. Jatuh temponya 3 bulan, 6 bulan," papar Rasamala yang ditemui usai sidang.
Baca juga: Investasi Emas Malah Rugi Rp 12 Miliar, Mulanya Korban Tertarik Keuntungan Melimpah
"Variasi marginnya itu berbeda-beda. Makin jauh jatuh temponya, makin besar keuntungannya, bisa lebih dari 10 persen, 15 persen bahkan," sambungnya.
Namun, pada 2021, Budi tak mampu mencairkan bilyet giro para kliennya. Total bilyet giro yang tak bisa dicairkan mencapai Rp 53 miliar.
"Dari sisi kami tercatat Rp 53 miliar, itu yang tidak dapat dicairkan," ungkap Rasamala.
Kemudian, dia mengungkapkan bahwa salah satu kliennya yang bernama Afrizal merugi hingga Rp 12 miliar.
Menurut Rasamala, Afrizal memiliki kerugian tertinggi di antara kliennya.
"Rp 53 miliar itu dari seluruh korban yang saya wakilkan (berjumlah) delapan orang," ungkapnya.
Di lokasi yang sama, Afrizal menceritakan awal mula ketertarikannya berbisnis dengan Budi dalam bidang investasi emas.
Kata Afrizal, gagasan bisnis bersama muncul pada pertengahan 2019.
"Saya lihat di situ keuntungannya sedikit lebih banyak dari normal. Kami semua ikut jual ke saudara terdakwa, Budi Hermanto," paparnya.
Baca juga: Terdakwa Kasus Penipuan Investasi Emas Dituntut Bayar Rp 53 Miliar oleh Eks Pegawai KPK
Kemudian, saat memberikan emas miliknya kepada Budi, Afrizal mendapatkan bilyet giro sebagai bukti pembayaran. Bilyet giro itu mengatasnamakan Budi.
Semakin lama dia menitipkan emas di Budi, semakin banyak keuntungan yang didapat.