Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bacakan Pleidoi, Munarman Sebut Perkaranya Direkayasa untuk Tutupi Kasus Pembunuhan 6 Laskar FPI

Kompas.com - 21/03/2022, 15:08 WIB
Nirmala Maulana Achmad,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus dugaan tindak pidana terorisme, Munarman, mengganggap kasus yang menjeratnya itu hasil rekayasa.

Menurut dia, kasus dugaan terorisme direkayasa untuk menutupi kasus pembunuhan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) yang terjadi di Km 50 Tol Jakarta Cikampek.

Hal ini dia sampaikan melalui pleidoi atau nota pembelaan atas tuntutan delapan tahun penjara tekait kasus dugaan terorisme.

"Perkara ini memang direkayasa untuk menutupi dan menjustifikasi extra judicial killing terhadap enam orang pengawal HRS (Habib Rizieq Shihab) yang dimulai dengan pembubaran FPI dengan alasan mendukung ISIS. Lalu dicarikan peristiwa yang bisa dikonstruksi melalui fitnah bahwa seolah-olah FPI mendukung ISIS adalah benar," kata Munarman di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin (21/3/2022).

Baca juga: Judul Pleidoi Munarman, Perkara Topi Abu Nawas, Menolak Kezaliman, Fitnah, dan Rekayasa Kaum Tak Waras

Munarman mengungkapkan, dirinya diinterogasi di luar ketentuan hukum acara dan ditanya soal tentang Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam laskar FPI.

Bahkan, Munarman juga mengaku ditanya soal perannya dalam advokasi peristiwa pembunuhan itu.

"Dan lucunya, dokumen laporan pemantauan dari Komnas HAM tentang peristiwa KM 50 ikut disita dalam penggeledahan di rumah saya dan malah dituntut untuk dimusnahkan," ujar Munarman.

Munarman bertanya-tanya soal hubungan antara perkara terorisme yang menjeratnya dengan kasus pembunuhan enam laskar FPI.

"Padahal kalau akal sehat digunakan, dan perkara ini adalah murni perkara hukum terorisme yang terjadi dalam rentan waktu 2014-2015, apa hubungan antara tuduhan dan dakwaan dalam perkara ini dengan peristiwa KM 50 yang terjadi pada Desember 2020?" ucap Munarman.

Baca juga: Bacakan Pleidoi, Munarman: Tak Ada Kalimat Saya yang Bertujuan Gerakkan Orang Lakukan Terorisme

"Apa hubungan dokumen Komnas HAM yang adalah merupakan lembaga Negara yang memang berwenang membuat laporan, malah dijadikan barang sitaan dan dituntut untuk dimusnahkan?" kata dia.

Munarman juga mengeklaim bahwa tidak ada satu pun kata atau kalimat yang dia lontarkan mengandung tujuan untuk menggerakkan orang melakukan tindakan terorisme.

"Tidak ada kata kalimat saya untuk (mengajak) ke baiat, hijrah, atau kekerasan dalam bentuk apa pun," ujar Munarman.

Sebelumnya, Munarman dituntut delapan tahun penjara dalam kasus dugaan tindak pidana terorisme. Tuntutan dibacakan JPU di ruang sidang utama PN Jakarta Timur, Senin (14/3/2022).

Jaksa menilai, Munarman terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dakwaan kedua tentang pemufakatan jahat.

Baca juga: Tuduh Penyidik dan Jaksa Sesatkan Kalimatnya, Munarman: Seharusnya Mereka yang Duduk di Kursi Terdakwa

Dakwaan kedua terkait Pasal 15 juncto Pasal 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Hal-hal yang memberatkan Munarman yakni tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana terorisme, pernah dihukum 1 tahun 6 bulan dan melanggar Pasal 170 Ayat 1 KUHP, kemudian terdakwa tidak mengakui dan menyesali perbuatannya.

"Hal yang meringankan, terdakwa merupakan tulang punggung keluarga," kata jaksa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Mulai Jaring Nama Cagub DKI, Ada Ahok, Basuki Hadimuljono hingga Andika Perkasa

PDI-P Mulai Jaring Nama Cagub DKI, Ada Ahok, Basuki Hadimuljono hingga Andika Perkasa

Megapolitan
KTP 8,3 Juta Warga Jakarta Bakal Diganti Bertahap Saat Status DKJ Berlaku

KTP 8,3 Juta Warga Jakarta Bakal Diganti Bertahap Saat Status DKJ Berlaku

Megapolitan
Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Megapolitan
Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Megapolitan
Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Megapolitan
Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Megapolitan
NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

Megapolitan
Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Megapolitan
Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

Megapolitan
Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com