JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontra) bersama Koalisi #BersihkanIndonesia dan sejumlah elemen masyarakat menggelar unjuk rasa di depan Gedung Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya, Senin (21/3/2022).
Aksi tersebut sebagai bentuk solidaritas atas penetapan aktivis Haris Azhar dan Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Aksi digelar bersamaan dengan jadwal pemeriksaan pertama Haris dan Fatia sebagai tersangka oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya.
Baca juga: Haris Azhar-Fatia Tersangka, Aktivis: Bentuk Kemerosotan Demokrasi
Para peserta aksi tersebut berbaris rapi di jalur pedestrian Jalan Sudirman-Thamrin, tepatnya di gerbang keluar masuk khusus perwira Polda Metro Jaya.
Mereka membawa payung berwarna hitam, dan poster berisi kalimat dukungan untuk Haris dan Fatia.
"Polda Metro Jaya hentikan kriminalisasi terhadap Haris dan Fatia," demikian kalimat yang tertulis pada salah satu poster tersebut.
Peserta aksi juga membawa sejumlah maneken atau patung berwarna putih yang memegang poster berisi kritik terhadap pemerintah, dan juga menyinggung permasalahan di Papua.
Poster tersebut bertuliskan Laporan Pejabat Patgulipat, Laporan Warga Diperlambat. Ada pula kalimat Papua Bukan Tanah Kosong Pak Luhut.
Dalam aksi tersebut, massa juga mengenakan masker yang bertanda silang.
Hal itu menyimbolkan pembungkaman terhadap pihak yang mengkritik pemerintah terkait berbagai isu di Papua.
Baca juga: Haris Azhar-Fatia Tersangka Dinilai Bukti Pejabat Sulit Terima Kritik
Sekitar pukul 13.00 WIB, para peserta aksi membubarkan diri dari depan gerbang khusus perwira Polda Metro Jaya.
Adapun kasus dugaan pencemaran nama baik ini berawal dari unggahan video diskusi di kanal YouTube pribadi milik Haris Azhar. Diskusi tersebut dilakukan bersama Fatia.
Kala itu, pada 20 Agustus 2021, Haris mengunggah video berjudul Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya, Jenderal BIN Juga Ada.
Dalam video tersebut keduanya mengungkapkan nama-nama penguasa yang diduga "bermain" dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua. Salah satunya adalah Luhut.
Merespons hal itu, Luhut melayangkan somasi kepada Haris dan Fatia. Sang Menteri meminta keduanya meminta maaf karena telah menuding Luhut lewat unggahan video tersebut.
Namun, Luhut merasa kedua aktivis itu tidak mengindahkan somasi yang dilayangkan dan tidak menyampaikan permintaan maaf.
Sampai akhirnya Luhut melaporkan Haris dan Fatia ke Polda Metro Jaya atas kasus dugaan pencemaran nama baiknya. Luhut juga menggugat keduanya senilai Rp 100 miliar terkait tudingan tersebut.
Baca juga: Khawatir Jadi Kasus Penguasa Vs Rakyat, Anggota DPR Minta Luhut Cabut Laporan Kasus Fatia-Haris
Sementara itu, kuasa hukum Fatia, Julius Ibrani, mengatakan bahwa somasi yang dilayangkan Luhut telah dijawab oleh kliennya dan Haris.
Menurut Julius, kata "bermain" merupakan cara Fatia untuk menjelaskan secara sederhana kajian yang dibuat Kontras dan sejumlah LSM soal kepemilikan tambang di Intan Jaya.
"Kata ‘bermain' itu ada konteksnya, yaitu kajian sekelompok NGO (non-governmental organization). Kajian itu yang kemudian dijelaskan Fatia dalam bahasa yang sederhana,” ujar Julius.
Setelah menerima laporan Luhut, kepolisian beberapa kali berupaya memediasi pihak Luhut dengan Haris dan Fatia. Namun, mediasi tersebut gagal karena kedua belah pihak tidak kunjung bertemu.
Penyidik akhirnya melakukan gelar perkara dan menaikkan status perkara kasus pencemaran nama baik itu ke tahap penyidikan pada 6 Januari 2022.
Kemudian, Haris dan Fatia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencemaran nama baik pada Jumat (18/3/2022) malam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.