JAKARTA, KOMPAS.com - Handi Saputra (17), salah satu korban tabrak di Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, masih memiliki peluang besar untuk hidup jika tidak dibuang Kolonel Inf Priyanto dan dua anak buahnya ke sungai.
Hal itu diungkapkan ahli forensik Muhammad Zaenuri Syamsu Hidayat yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Cakung, Jakarta Timur, Kamis (31/3/2022).
"(Peluang hidup) besar, besar. Karena dia (Handi) hanya retak linier (di otak) saja ya," kata Zaenuri.
Baca juga: Kolonel Priyanto: Saya Orang Awam, Buang Handi dalam Keadaan Kaku, Dipikir Sudah Meninggal...
Zaenuri mencontohkan, orang yang mengalami pendarahan di otak saja membutuhkan waktu lama untuk meninggal.
"Apalagi ini hanya patah linier saja. Jadi dia kalau cepat dibawa ke rumah sakit bisa tertolong," ujar Zaenuri.
Zaenuri menyatakan, Handi dibuang ke sungai dalam keadaan hidup.
"Apakah (Handi) masih bernapas?" tanya hakim ketua Brigadir Jenderal Faridah Faisal kepada Zaenuri dalam persidangan, Kamis ini.
Zaenuri pun menjawab bahwa Handi masih bernapas saat dibuang ke Sungai Serayu.
Baca juga: Ahli Forensik: Handi Dibuang Kolonel Priyanto ke Sungai Serayu dalam Keadaan Hidup
"Berarti masih hidup?" tanya Faridah.
"Masih, tetapi dia tidak sadar," jawab Zaenuri.
Zaenuri mengatakan, Handi dibuang dalam keadaan masih hidup, tetapi tidak sadar. Sebab, air dan pasir sungai hanya masuk ke paru-parunya, tidak sampai ke lambung.
Jika Handi dibuang dalam kondisi sadar, maka air dan pasir tersebut bisa masuk ke lambungnya.
"Karena tidak sadar, akhirnya air tidak masuk sampai ke lambung?" tanya Faridah.
"Iya," jawab Zaenuri.
Jasad Handi diotopsi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof Margono, Banyumas, Jawa Tengah, pada 13 Desember 2021, atau lima hari usai kejadian tabrakan di Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Diberitakan sebelumnya, Priyanto dan dua anak buahnya membuang tubuh Handi dan kekasihnya Salsabila (14) ke Sungai Serayu usai menabrak dua sejoli tersebut pada 8 Desember 2021.
Priyanto bersama dua anak buahnya, Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Ahmad Soleh, kemudian menjalani persidangan dan menjadi terdakwa.
Priyanto didakwa dengan dakwaan primer Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang Penyertaan Pidana, subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Ia juga didakwa subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Priyanto juga dikenai dakwaan subsider kedua Pasal 333 KUHP tentang Kejahatan terhadap Kemerdekaan Orang jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Terakhir, Priyanto dikenai dakwaan subsider ketiga yaitu Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan Kematian.
Jika berpatokan dengan dakwaan primer, yaitu Pasal 349 KUHP maka Priyanto terancam hukuman mati, seumur hidup, atau penjara selama 20 tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.