JAKARTA, KOMPAS.com - Neraka itu dialami WRM (17) selama enam tahun terakhir. Ia menerima perlakuan bejat dari ayah tirinya, GP (31), sejak masih kanak-kanak.
Sejak 2016, GP berkali-kali memerkosa WRM ketika ibu kandung korban yang tak lain adalah istrinya sendiri tidak ada.
"Pelaksanaan pelecehan dari korban berumur 11 tahun. Jadi dari 2016 itu awal pelecehan seksual. Berulang kali juga korban dicabuli oleh tersangka," ujar Wakapolres Metro Jakarta Selatan AKBP Harun di Jakarta Selatan, Kamis (31/3/2022).
Harun menjelaskan, penderitaan korban dimulai ketika korban memasuki libur sekolah pada tahun ajaran 2016.
Pelaku mengajak korban ke rumah salah satu saudaranya di kawasan Bekasi, Jawa Barat, dengan dalih menikmati liburan sekolah.
"Niat jahat dari tersangka ini jadi pada saat korban tidur di kamar, kemudian dilakukan persetubuhan oleh tersangka," kata Harun.
Baca juga: Tukang Sayur Berulang Kali Perkosa Anak Tiri sejak 2016 Saat Korban Berusia 11 Tahun
Namun, pencabulan itu tak berlangsung lama, karena ibu korban datang menyusul ke Bekasi.
"(Pencabulan pertama) tidak sampai lama karena ada suara motor dari pelapor atau ibu dari korban," kata Harun.
Setelahnya, pencabulan itu terus berulang kali terjadi hingga enam tahun kemudian. Aksi itu dilakukan hampir setiap sang ibu tidak ada di rumah.
"Setelah kejadian itu, berulang kali korban dicabuli oleh tersangka di rumahnya, karena dia dan korban tinggal satu rumah," kata Harun.
"Ini hampir setiap tidak ada ibu korban, korban selalu dilecehkan seperti itu," imbuh Harun.
Baca juga: Tukang Sayur Perkosa Anak Tiri Selama 6 Tahun, Terbongkar Setelah Korban Berani Lapor Ibu Kandung
Kasus kekerasan seksual itu baru terungkap enam tahun kemudian, tepatnya pada Rabu (30/3/2022), saat korban memberanikan diri untuk melapor kepada ibu kandungnya.
"Korban mengadu ke orangtua. Jadi mungkin selama 6 tahun sudah terlalu lama, jadi baru menyampaikan pada Maret 2022 ini," ujar jelas Harun.
Korban mengaku diancam pelaku selama enam tahun belakangan. Oleh sebab itu, ia ragu dan takut untuk melapor.
"Sesuai keterangan korban tidak pernah ada kekerasan fisik, tapi (pelaku) selalu mengancam untuk jangan mengadukan," kata Harun.