JAKARTA, KOMPAS.com - Polda Metro Jaya memeriksa perwakilan tiga organisasi masyarakat sipil terkait dugaan kasus pencemaran nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Seni (4/4/2022).
Ketiga organisasi tersebut ialah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), dan Trend Asia.
Divisi Hukum KontraS Andi Muhammad Rezaldy mengatakan, dia dan para perwakilan organisasi lainnya diperiksa sebagai saksi meringankan tersangka Aktivis Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti.
"Kedatangan kami kali untuk didengar keterangannya sebagai saksi meringankan Fatia dan Haris," ujar Andi, Senin.
"Intinya para saksi ini jelaskan beberapa diantaranya berkaitan dengan apa yang disampaikan Fatia dan Haris," sambungnya.
Baca juga: Polda Metro Ungkap Alasan Tolak Laporan Haris Azhar Terhadap Luhut
Andi menegaskan bahwa hal yang disampaikan Fatia dalam diskusi bersama Haris didasarkan pada data hasil riset sembilan organisasi di dalam Koalisi Masyarakat Sipil.
"Apa yang disampaikan Fatia dan Haris berdasarkan pernyataan data yang dibuat koalisi masyarakat sipil," kata Andi.
Selain itu, Andi mengungkapkan bahwa dia dan perwakilan organisasi juga melampirkan dokumen terkait rekam jejak bisnis dan konflik kepentingan di Papua yang berkaitan dengan Luhut.
"Kami dari para saksi tersebut juga sampaikan sejumlah dokumen yang menguatkan rekam jejak bisnis atau dugaan konflik kepentingan yang dilakukan LBP," ungkap Andi.
Baca juga: Serangan Balik 9 Ormas terhadap Luhut Setelah Haris Azhar-Fatia Jadi Tersangka...
Kasus dugaan pencemaran nama baik ini berawal dari unggahan video diskusi di kanal YouTube pribadi milik Haris Azhar. Diskusi tersebut dilakukan bersama Fatia.
Kala itu, pada 20 Agustus 2021, Haris mengunggah video berjudul 'Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya, Jenderal BIN Juga Ada'.
Dalam video tersebut keduanya mengungkapkan nama-nama penguasa yang diduga "bermain" dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua. Salah satunya adalah Luhut.
Merespons hal itu, Luhut melayangkan somasi kepada Haris dan Fatia. Sang Menteri meminta keduanya meminta maaf karena telah menuding Luhut lewat unggahan video tersebut.
Namun, Luhut merasa kedua aktivis itu tidak mengindahkan somasi yang dilayangkan dan tidak menyampaikan permintaan maaf.
Baca juga: Profil Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti yang Jadi Tersangka Pencemaran Nama Baik Luhut
Sampai akhirnya Luhut melaporkan Haris dan Fatia ke Polda Metro Jaya atas kasus dugaan pencemaran nama baiknya. Luhut juga menggugat keduanya senilai Rp 100 miliar terkait tudingan tersebut.
Sementara itu, kuasa hukum Fatia, Julius Ibrani, mengatakan bahwa somasi yang dilayangkan Luhut telah dijawab oleh kliennya dan Haris.
Menurut Julius, kata "bermain" merupakan cara Fatia untuk menjelaskan secara sederhana kajian yang dibuat Kontras dan sejumlah LSM soal kepemilikan tambang di Intan Jaya.
"Kata ‘bermain' itu ada konteksnya, yaitu kajian sekelompok NGO (non-governmental organization). Kajian itu yang kemudian dijelaskan Fatia dalam bahasa yang sederhana,” ujar Julius.
Baca juga: Haris Azhar Minta Kepastian Hukum dalam Kasus Pencemaran Nama Baik Luhut: Saya Dipidana atau Tidak?
Setelah menerima laporan Luhut, kepolisian beberapa kali berupaya memediasi pihak Luhut dengan Haris dan Fatia. Namun, mediasi tersebut gagal karena kedua belah pihak tidak kunjung bertemu.
Penyidik akhirnya melakukan gelar perkara dan menaikkan status perkara kasus pencemaran nama baik itu ke tahap penyidikan pada 6 Januari 2022.
Pemeriksaan Haris dan Fatia pun dilakukan, sampai akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencemaran nama baik Luhut pada Jumat (18/3/2022) malam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.