JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus dugaan terorisme yang membelit Mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman sudah memasuki babak akhir.
Munarman bakal menghadapi sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Rabu (6/4/2022) hari ini.
Menurut rencana, sidang vonis itu akan dimulai pada pukul 09.00 WIB.
Baca juga: Munarman Divonis Besok, Kuasa Hukum Optimistis Kliennya Bebas
Adapun kasus ini bermula saat Munarman ditangkap ditangkap Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri di rumahnya di kawasan Pamulang, Tangerang Selatan, pada 27 April 2021 lalu.
Penangkapan Munarman disebut terkait kegiatan baiat terhadap Negara Islam di Irak dan Suriah atau NIIS/ISIS yang dilakukan di Jakarta, Makassar, dan Medan.
”Jadi, terkait dengan kasus baiat di UIN Jakarta, kemudian juga kasus baiat di Makassar, dan mengikuti baiat di Medan. Jadi, ada tiga hal tersebut," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan, Selasa (27/4/2021).
Baca juga: Detik-detik Penangkapan Munarman, Berdebat dengan Polisi hingga Meminta Pakai Sandal
Saat penangkapan itu, Densus 88 Antiteror turut melakukan penggeledahan di rumah Munarman serta bekas markas FPI di kawasan Petamburan, Jakarta. Dari Petamburan, polisi menyita sejumlah barang bukti berupa bahan-bahan peledak.
Bahan yang ditemukan di antaranya botol-botol berisi serbuk dan cairan peledak TATP. Menurut keterangan kepolisian, TATP adalah bahan kimia yang sangat mudah terbakar.
Bahan peledak yang menggunakan cairan kimia tersebut tergolong sebagai high explosive atau berdaya ledak tinggi. Namun pihak kuasa hukum Munarman menyebut bahwa bahan itu adalah pembersih toilet.
Baca juga: Misteri Bahan Peledak Dahsyat di Bekas Markas FPI
Munarman pada malam penangkapan itu langsung digiring ke Mapolda Metro Jaya. Ia tiba sekitar pukul 19.50 WIB dengan pengawalan polisi yang ketat.
Terlihat Munarman menggunakan baju koko berwarna putih dan sarung. Dia juga dikenakan penutup mata berwarna hitam dengan tangan diborgol.
Tak ada kata yang keluar dari mulut Munarman. Dia hanya diam saat digelandang menuju ruang tahanan.
Baca juga: Tiba di Polda Metro Jaya, Mata Munarman Ditutup dan Tangan Diborgol
Ketua tim hukum Munarman Hariadi Nasution menyatakan, penangkapan terhadap kliennya menyalahi prinsip hukum dan hak asasi manusia.
Ia menyebut, penangkapan terhadap Munarman tidak sesuai dengan Pasal 28 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Bahwa penangkapan yang dilakukan terhadap klien kami dengan cara menyeret paksa di kediamannya dan menutup mata klien kami saat turun dari mobil di Polda Metro Jaya secara nyata telah menyalahi prinsip hukum dan hak asasi manusia," kata Hariadi.
Baca juga: Munarman Diborgol dan Matanya Ditutup, Kuasa Hukum: Menyalahi Prinsip HAM
Hariyadi menyatakan bahwa setiap proses penegakan hukum haruslah menghormati dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip HAM dan asas hukum. Terlebih, kata dia, Munarman adalah seorang advokat yang merupakan penegak hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
"Sehingga apabila dipanggil secara patut-pun klien kami pasti akan memenuhi panggilan tersebut, akan tetapi hingga terjadinya penangkapan terhadap klilen kami tidak pernah ada sepucuk surat pun diterima klien kami sebagai panggilan," ujar Hariadi.
Namun polisi menyatakan penutupan mata Munarman itu dilakukan mengikuti standar internasional dalam menangkap pelaku tindak pidana terorisme.
"Ya itu kan standar internasional penangkapan tersangka teroris, ya harus seperti itu," kata Kombes Ahmad Ramadhan.
Baca juga: Ini Alasan Polri Tutup Mata dan Borgol Tangan Munarman
Menurutnya, penutupan mata dan pemborgolan itu menunjukkan bahwa di mata hukum seluruh orang diperlakukan sama. Ramadhan pun terheran ketika masyarakat mempertanyakan langkah Tim Detasemen Khusus 88 menutup mata dan memborgol tangan Munarman saat ditangkap.
"Kenapa begitu yang ditangkap Munarman ini kok pada ribut? Kan semua orang perlakuannya sama di mata hukum," imbuh Ramadhan.
Pasca penangkapan itu, proses hukum terus berjalan hingga akhirnya Munarman diseret ke meja hijau. Jaksa pun menuntut Munarman dengan hukuman delapan tahun penjara dalam kasus dugaan tindak pidana terorisme.
Tuntutan dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) di ruang sidang utama PN Jakarta Timur, 14 Maret 2022.
"Menjatuhkan pidana delapan tahun penjara dengan dikurangi masa tahanan sementara," kata jaksa.
Baca juga: Munarman Dituntut 8 Tahun Penjara, Pengacara Merasa Tak Tertantang: Kami Pikir Hukuman Mati
Jaksa menilai, Munarman terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dakwaan kedua tentang pemufakatan jahat. Dakwaan kedua itu adalah Pasal 15 juncto Pasal 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Hal-hal yang memberatkan adalah Munarman tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana terorisme, pernah dihukum 1 tahun 6 bulan dan melanggar Pasal 170 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kemudian terdakwa tidak mengakui dan menyesali perbuatannya.
"Hal yang meringankan terdakwa merupakan tulang punggung keluarga," kata jaksa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.