MB dan Munarman menyusun buku putih bersama tokoh-tokoh lain, salah satunya Abdullah Hehamahua, yang menjadi Ketua Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3).
Ada pula mantan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais dan Wakil Ketua Dewan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi.
"Kami sering mengadakan diskusi terutama pembantaian kejahatan kemanusiaan ini. Makanya kami berkumpul untuk membuat langkah-langkah advokasi," tutur MB dalam persidangan, 23 Februari 2022.
Baca juga: Munarman Siap Dihukum jika Terbukti Jadi Bagian Kelompok Terorisme
Kemudian, MB menuturkan, Munarman juga ikut dalam pertemuan antara TP3 dan Presiden Joko Widodo pada 9 Maret 2021 sebelum penyusunan buku putih.
"Presiden mengatakan akan menuntaskan kasus ini secara berkeadilan terbuka dan dapat diterima publik. Jadi adil kata kuncinya," kata MB.
"Tapi beliau saat itu juga menyatakan, kalau nanti TP3, punya temuan atau hasil kajian silakan sampaikan ke pemerintah. Itu permintaan Pak Jokowi," tutur dia.
Buku putih kasus pembunuhan enam laskar FPI itu terbit pada Mei 2021 atau setelah Munarman ditangkap (27 April 2021).
Dalam pleidoi atau nota pembelaannya, Munarman kembali menyinggung kasus pembunuhan enam laskar FPI itu.
Baca juga: Dalam Duplik, Munarman Sebut Kasusnya Rekayasa Politik dan Sentil Pencopotan Immanuel Ebenezer
"Perkara ini (kasus terorisme) memang direkayasa untuk menutupi dan menjustifikasi extra judicial killing terhadap enam orang pengawal HRS (Habib Rizieq Shihab) yang dimulai dengan pembubaran FPI dengan alasan mendukung ISIS. Lalu dicarikan peristiwa yang bisa dikonstruksi melalui fitnah bahwa seolah-olah FPI mendukung ISIS adalah benar," kata Munarman, 21 Maret 2022.
Munarman mengungkapkan, dirinya diiterogasi di luar ketentuan hukum acara dan ditanya tentang TP3 enam laskar FPI.
Bahkan, Munarman juga mengaku ditanya soal perannya dalam advokasi peristiwa pembunuhan itu.
"Dan lucunya, dokumen laporan pemantauan dari Komnas HAM tentang peristiwa KM 50 ikut disita dalam penggeledahan di rumah saya dan malah dituntut untuk dimusnahkan," ujar Munarman.
Munarman bertanya-tanya soal hubungan antara perkara terorisme yang menjeratnya dengan kasus pembunuhan enam laskar FPI.
Baca juga: Balas Replik Jaksa, Munarman: Surat Tuntutan Tak Berdasarkan Fakta Persidangan, Hanya Ilusi
"Padahal kalau akal sehat digunakan, dan perkara ini adalah murni perkara hukum terorisme yang terjadi dalam rentan waktu 2014-2015, apa hubungan antara tuduhan dan dakwaan dalam perkara ini dengan peristiwa KM 50 yang terjadi pada Desember 2020?" ucap Munarman.
"Apa hubungan dokumen Komnas HAM yang adalah merupakan lembaga Negara yang memang berwenang membuat laporan, malah dijadikan barang sitaan dan dituntut untuk dimusnahkan?" kata dia.