JAKARTA, KOMPAS.com - Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, mengakui bahwa penularan Covid-19 saat pembelajaran tatap muka (PTM) selama bulan Ramadhan cenderung lebih kecil.
Sebabnya, para siswa selama bulan Ramadhan tidak makan dan minum sehingga mereka tidak sering membuka masker.
Kendati demikian, Dicky menilai potensi penularan tetap ada mengingat beberapa daerah seperti di Jakarta dan sejumlah kota penyangganya menyelenggarakan PTM 100 persen.
Baca juga: PTM 100 Persen di Jakarta Barat, Pemkot: Kewenangan Izin Tetap di Orangtua Murid
Menurut Dicky, kepadatan yang ditimbulkan dari PTM 100 persen berpotensi menjadi medium penularan Covid-19.
"Ketika dilakukan 100 persen langsung semua masuk itu kan secara kepadatannya kan ya tetap menimbulkan risiko, karena meningkat (jumlah siswanya)," ujar Dicky lewat pesan singkat, Rabu (6/4/2022).
Karena itu, ia menyarankan PTM dibagi dua sif yakni pagi dan siang sehingga tak terjadi kepadatan siswa di sekolah.
"Bicara risiko kan enggak bisa sama sekali nol. Karena namanya membuka masker itu kan apalagi anak ini kan, bukan hanya saat makan dan minum. Apalagi anak-anak SD, sering mengenakan masker yang baik dan benar juga masih menjadi PR," kata Dicky.
"Jadi dibagi dua dulu, dibatasi kapasitasnya. Tetap sekolah offline tapi diatur. Supaya kan tidak terjadi kepadatan. Potensi penularan harus diminimalisasi," lanjut dia.
Sebelumnya Kasubbag Humas Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taga Radja mengatakan, pelaksanaan PTM 100 persen lebih aman dilakukan saat bulan Ramadan.
Baca juga: Sekitar 10.000 Sekolah di Jakarta Sudah Terapkan PTM 100 Persen
Pasalnya, para siswa tidak makan dan minum sehingga tidak perlu melepas masker yang bisa meningkatkan potensi penularan Covid-19.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.