“Saya panik, saya kacau, banyak pekerjaan dan lain-lain, kemudian ditambah lagi ini anggota saya, saya berusaha melindungi, tapi mungkin yang saya lakukan salah, saya akui itu salah,” tutur Priyanto.
Priyanto lebih memilih membuang Handi dan Salsa ke sungai daripada ke semak-semak atau hutan karena menurutnya jasad kedua sejoli tersebut bisa dimakan ikan sehingga tidak meninggalkan jejak.
"Memang sudah muncul ide membuang di sungai, karena yang kami lewati tidak ada tempat pembuangan, kecuali sungai," kata Priyanto.
"Kok bisa muncul kenapa tidak dibuang ke semak-semak, dibuang di hutan?" tanya hakim.
"Saya berpikir kalau di sungai, (jejak) bisa ke laut, kemudian dimakan ikan, atau hilang sama sekali," ujar Priyanto.
"Oh, jadi berpikir begitu? Kalau di darat?" tanya hakim.
"Di darat pasti ditemukan," jawab Priyanto.
Baca juga: Dalih Kolonel Priyanto Buang Handi dan Salsabila, Ingin Selamatkan Anak Buah
Priyanto mengaku menyesal sekaligus tenang setelah membuang Handi dan Salsabila ke Sungai Serayu.
"Apa yang saudara rasakan setelah membuang mayat (tubuh Handi dan Salsa) tersebut?" tanya salah satu penasihat hukum.
"Ada juga (saya) merasa stres, menyesal, (tapi) rasa tenang juga," ujar Priyanto.
Dalam sidang, Priyanto juga melontarkan pernyataan bahwa dirinya pernah mengebom rumah warga tanpa ketahuan.
Awalnya, ia mendapatkan pertanyaan ihwal perlindungan anggota dari hakim.
“Nah ini, kok kasihan sama anggota, tidak kasihan sama korban? Padahal sudah diingatkan. Kemudian terdakwa juga mengatakan kepada saksi, ‘kamu jangan cengeng, saya pernah ngebom’, itu di mana kejadian ngebom itu?“ tanya hakim anggota Kolonel Chk Surjadi Syamsir.
Priyanto menjawab bahwa peristiwa pengeboman itu terjadi pada saat dirinya menjalankan tugas operasi di Timor Timur (kini Timor Leste) pada periode antara 1996 dan 1998.
“Siap. Waktu di timur (Timor Timur), waktu tugas operasi,” jawab perwira menengah TNI AD itu.
Baca juga: Kolonel Priyanto Ungkap Perasaan Usai Buang Handi-Salsabila: Stres, Menyesal, tapi Tenang Juga