JAKARTA, KOMPAS.com - Kolonel Inf Priyanto diperiksa sebagai terdakwa kasus penabrakan sejoli Handi Saputra (17) dan Salsabila (14) di Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Cakung, Jakarta Timur, Kamis (8/4/2022), Priyanto mengungkap sejumlah alasannya membuang tubuh Handi dan Salsabila ke Sungai Serayu, Jawa Tengah, beberapa jam setelah tragedi kecelakaan pada 8 Desember 2021 lalu.
Baca juga: Dalih Kolonel Priyanto Buang Jasad Handi-Salsabila ke Sungai Demi “Menolong” Anak Buah
Priyanto sempat mengaku ingin membawa Handi dan Salsabila ke rumah sakit atau puskesmas terdekat usai menabrak keduanya di Nagreg.
Saat kecelakaan, mobil dikemudikan oleh salah satu anak buah Priyanto, Kopda Andreas Dwi Atmoko. Namun, saat itu, Dwi Atmoko merasa ketakutan dan tidak bisa lanjut untuk menyetir.
"Dia (Dwi) gemetar. Dia izin ke saya, 'bapak bagaimana anak dan istri saya nasibnya, sambil gemetar nyopir'. Kemudian karena gemetar dan dia nyopir tidak fokus, akhirnya saya gantikan," ujar Priyanto kepada majelis hakim.
Setelah Priyanto mengambil alih kemudi, ide untuk membuang Handi dan Salsa pun muncul. Pasangan tersebut dalam keadaan tak sadarkan diri setelah kecelakaan.
Baca juga: Kasus Kecelakaan Sejoli di Nagreg, Kolonel Priyanto Akan Hadapi Pembacaan Tuntutan pada 21 April
Salsa diyakini meninggal sesaat setelah kecelakaan, dan Handi masih hidup.
"Apa alasan terdakwa tidak membawa ke rumah sakit?" tanya hakim.
"Pertama, saya punya hubungan emosional dengan dia (Dwi Atmoko), dia jaga anak, jaga keluarga saya," kata Priyanto.
"Terus kalau ada hubungan emosional dengan Dwi Atmoko?" tanya hakim.
"Ada niat untuk menolong dia, itu pertama. Kemudian (saya) panik, Dwi Atmoko juga panik, dia bingung juga. Akhirnya saya ambil keputusan sudah kami hilangkan, kami buang saja. Dari situ mulai tercetus," tutur Priyanto.
Baca juga: Kolonel Priyanto Sengaja Buang Handi-Salsabila Supaya Hanyut ke Laut dan Hilang Dimakan Ikan
Hakim kemudian kembali bertanya kepada Priyanto. Sebab, sejak kecelakaan hingga Handi dan Salsabila dibuang, ada jeda sekitar enam jam.
"Tidak ada perubahan atas niat terdakwa dalam enam jam itu?" tanya hakim.
"Sempat ada pengen meninggalkan di jalan. Tapi ujung-ujungnya kami ke Sungai Serayu itu untuk membuang," ujar Priyanto.
Priyanto berdalih membuang kedua tubuh korban ke sungai karena ingin melindungi anak buah.
“Saya panik, saya kacau, banyak pekerjaan dan lain-lain, kemudian ditambah lagi ini anggota saya, saya berusaha melindungi, tapi mungkin yang saya lakukan salah, saya akui itu salah,” tutur Priyanto.
Priyanto lebih memilih membuang Handi dan Salsa ke sungai daripada ke semak-semak atau hutan karena menurutnya jasad kedua sejoli tersebut bisa dimakan ikan sehingga tidak meninggalkan jejak.
"Memang sudah muncul ide membuang di sungai, karena yang kami lewati tidak ada tempat pembuangan, kecuali sungai," kata Priyanto.
"Kok bisa muncul kenapa tidak dibuang ke semak-semak, dibuang di hutan?" tanya hakim.
"Saya berpikir kalau di sungai, (jejak) bisa ke laut, kemudian dimakan ikan, atau hilang sama sekali," ujar Priyanto.
"Oh, jadi berpikir begitu? Kalau di darat?" tanya hakim.
"Di darat pasti ditemukan," jawab Priyanto.
Baca juga: Dalih Kolonel Priyanto Buang Handi dan Salsabila, Ingin Selamatkan Anak Buah
Priyanto mengaku menyesal sekaligus tenang setelah membuang Handi dan Salsabila ke Sungai Serayu.
"Apa yang saudara rasakan setelah membuang mayat (tubuh Handi dan Salsa) tersebut?" tanya salah satu penasihat hukum.
"Ada juga (saya) merasa stres, menyesal, (tapi) rasa tenang juga," ujar Priyanto.
Dalam sidang, Priyanto juga melontarkan pernyataan bahwa dirinya pernah mengebom rumah warga tanpa ketahuan.
Awalnya, ia mendapatkan pertanyaan ihwal perlindungan anggota dari hakim.
“Nah ini, kok kasihan sama anggota, tidak kasihan sama korban? Padahal sudah diingatkan. Kemudian terdakwa juga mengatakan kepada saksi, ‘kamu jangan cengeng, saya pernah ngebom’, itu di mana kejadian ngebom itu?“ tanya hakim anggota Kolonel Chk Surjadi Syamsir.
Priyanto menjawab bahwa peristiwa pengeboman itu terjadi pada saat dirinya menjalankan tugas operasi di Timor Timur (kini Timor Leste) pada periode antara 1996 dan 1998.
“Siap. Waktu di timur (Timor Timur), waktu tugas operasi,” jawab perwira menengah TNI AD itu.
Baca juga: Kolonel Priyanto Ungkap Perasaan Usai Buang Handi-Salsabila: Stres, Menyesal, tapi Tenang Juga
Setelah mendengar jawaban Priyanto, Surjadi kembali mengorek aksi pengeboman tersebut.
“Ngebom apa itu?” tanya Surjadi.
“Ya pada saat itu kan Timor Timur (menjelang) merdeka terakhir, pada saat kita embarkasi untuk pulang,” jawab Priyanto.
Priyanto mengaku tak mengetahui secara persis mengenai obyek bangunan yang jadi sasaran pengeboman apakah di dalamnya terdapat keluarga atau tidak.
Priyanto mengakui bahwa tindakannya membuang tubuh Handi dan Salsabila itu salah.
“Kami menyesal. Tindakan yang saya lakukan emang salah. Saya akui dan saya menyesal,” kata Priyanto.
Karena penyesalannya itu, Priyanto berkeinginan bisa menyampaikan permintaan maafnya kepada keluarga Handi dan Salsabila.
“Harapan saya, saya bisa minta maaf kepada keluarganya,” tutur Priyanto.
Baca juga: Kolonel Priyanto Ungkap Kronologi Tercetusnya Ide Buang Handi dan Salsabila ke Sungai
Ia berulang kali menyampaikan penyesalannya karena sudah membuang Handi dan Salsabila ke sungai. Priyanto menyebut dirinya hilang kendali.
“Saya tidak tahu ada setan dari mana yang masuk ke kepala saya, saya juga enggak tahu, panik, kalap dan ada yang masuk tiba-tiba saya tidak tahu bagaimana. Itu yang terjadi,” kata Priyanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.