JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menyesalkan pernyataan polisi yang akan membubarkan aksi demo mahasiswa di depan Istana Negara pada Senin (11/4/2022) mendatang.
Koordinator Media BEM SI Luthfi Yufrizal menilai pernyataan itu sengaja disampaikan kepolisian untuk mengancam para mahasiswa agar mengurungkan niatnya turun ke jalan.
"Ini salah satu upaya untuk mengintimidasi para mahasiswa," kata Luthfi kepada Kompas.com, Sabtu (9/4/2022) siang.
Baca juga: Jelang Demo 11 April, 1000 Mahasiswa Siap Turun dan Ancaman Pembubaran oleh Kepolisian
Luthfi pun menilai pernyataan yang disampaikan pihak Polda Metro Jaya itu sama saja menandakan polisi tidak paham soal kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum dalam UU No. 9 Tahun 1998.
"Karena jelas di UU tersebut (demonstrasi) tidak memerlukan surat izin, tapi dengan surat pemberitahuan," kata Luthfi.
Luthfi pun memastikan pihaknya sudah melayangkan surat pemberitahuan terkait unjuk rasa 11 April kepada kepolisian.
Menurut dia, surat itu sudah disampaikan dan diterima Polda Metro Jaya pada Jumat (8/4/2022) pukul 13.00 WIB.
Baca juga: BEM SI Klaim Sudah Layangkan Surat ke Polisi soal Aksi 11 April, 1.000 Orang Akan Turun ke Jalan
Namun, sampai Jumat kemarin, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan mengaku belum menerima surat pemberitahuan dari pihak mana pun terkait aksi demonstrasi 11 April.
Zulpan pun mengatakan, aksi unjuk rasa yang digelar masyarakat dapat dibubarkan apabila tidak memiliki izin resmi dari kepolisian.
"Tentunya ada UU Nomor 9 Tahun 1998, dalam Pasal 15 dijelaskan, demo atau unjuk rasa yang tidak mendapat izin atau laporan kepolisian ini dapat dibubarkan," ujar Zulpan.
Baca juga: BEM SI Akan Demo di Istana Negara 11 April, Polda Metro: Aksi Tak Berizin Dapat Dibubarkan
Dalam demo 11 April nanti, mahasiswa akan menyampaikan sejumlah tuntutan kepada Presiden Joko Widodo. Secara garis besar, ada enam poin tuntutan dalam aksi turun ke jalan itu.
"Pertama, mendesak dan menuntut Presiden Joko Widodo untuk bersikap tegas menolak dan memberikan pernyataan sikap terhadap penundaan Pemilu 2024 atau masa jabatan tiga periode, karena sangat jelas mengkhianati konstitusi negara," ujar Lutfhi, Jumat kemarin.
Kedua, menuntut dan mendesak Jokowi menunda dan mengkaji ulang Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN), termasuk pasal-pasal bermasalah dan dampak yang ditimbulkan dari aspek lingkungan, hukum, sosial, ekologi, politik, ekonomi dan kebencanaan.
Ketiga, mendesak dan menuntut Jokowi menstabilkan harga dan menjaga ketersediaan bahan pokok di pasaran.
"Tuntutan keempat, mendesak dan menuntut Jokowi mengusut tuntas para mafia minyak goreng dan mengevaluasi kinerja menteri terkait," kata Lutfhi.