JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) membentuk tim khusus untuk mengantisipasi masuknya penyusup saat aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta, Senin (11/4/2022) lusa.
Koordinator Media BEM SI Luthfi Yufrizal mengatakan, tim khusus ini sengaja dibentuk berkaca pada aksi unjuk rasa terdahulu yang kerap disusupi pihak tertentu.
"Tim khusus ini nantinya akan bertugas untuk melihat gerak-gerik massa aksi," ujar Luthfi, Sabtu (9/4/2022).
Baca juga: Jelang Demo 11 April, 1000 Mahasiswa Siap Turun dan Ancaman Pembubaran oleh Kepolisian
Bila ditemukan adanya penyusup di barisan massa, maka tim khusus ini akan langsung menyerahkannya kepada aparat kepolisian yang berjaga.
Hal ini dilakukan untuk mencegah si penyusup itu melakukan tindakan anarkis yang bisa merusak aksi damai para mahasiswa.
"Kami akan langsung mengamankannya agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan," ujarnya.
Luthfi mengatakan, setidaknya ada 1.000 mahasiswa dari berbagai universitas yang akan bergabung dalam demonstrasi 11 April.
Baca juga: BEM SI Klaim Sudah Layangkan Surat ke Polisi soal Aksi 11 April, 1.000 Orang Akan Turun ke Jalan
Selain itu, sebenarnya sudah ada beberapa pihak yang mengajak BEM SI berkolaborasi.
Namun, sampai saat ini BEM SI belum mengambil keputusan apakah akan ikut berkolaborasi atau tetap berjalan sendiri.
"Kami dari BEM SI masih melihat terlebih dahulu tujuan dan tuntutan mereka," tuturnya.
Luthfi pun memastikan pihaknya sudah melayangkan surat pemberitahuan ke kepolisian terkait aksi unjuk rasa 11 April ini.
Ia menyebut, surat pemberitahuan itu sudah diterima oleh Polda Metro Jaya pada Jumat kemarin.
Baca juga: Polisi Ancam Bubarkan Demo 11 April, BEM SI: Intimidasi terhadap Mahasiswa
Dalam demo 11 April nanti, mahasiswa akan menyampaikan sejumlah tuntutan kepada Presiden Joko Widodo. Secara garis besar, ada enam poin tuntutan dalam aksi turun ke jalan itu.
"Pertama, mendesak dan menuntut Presiden Joko Widodo untuk bersikap tegas menolak dan memberikan pernyataan sikap terhadap penundaan Pemilu 2024 atau masa jabatan tiga periode, karena sangat jelas mengkhianati konstitusi negara," ujar Lutfhi, Jumat kemarin.
Kedua, menuntut dan mendesak Jokowi menunda dan mengkaji ulang Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN), termasuk pasal-pasal bermasalah dan dampak yang ditimbulkan dari aspek lingkungan, hukum, sosial, ekologi, politik, ekonomi dan kebencanaan.