Dalam perdebatan itu, Luhut menyampaikan kepada para mahasiswa bahwa pemilu tetap digelar pada 14 Februari 2024.
Namun, para mahasiswa tidak puas dengan pernyataan singkat Luhut. Para mahasiswa terus mendesak Luhut untuk membuka big data tersebut.
"Kami minta dibuka!" teriak salah satu mahasiswa.
"Dengerin kamu anak muda, kamu enggak berhak juga nuntut saya, karena saya juga punya hak untuk tidak memberi tahu," kata Luhut.
"Otoriter nih," teriak mahasiswa.
"Kalau otoriter, saya enggak samperin kamu," jawab Luhut.
Luhut pertama kali mengeklaim mempunyai big data soal 110 juta rakyat menginginkan penundaan pemilu pada awal Maret lalu melalui wawancara di sebuah akun YouTube.
Statement Luhut itu kemudian kian membuat isu perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi yang sebelumnya sudah disuarakan sejumlah ketua umum parpol menjadi semakin kencang.
Berbagai pihak lantas mendesak Luhut untuk membuka data yang ia maksud. Namun, Luhut sejak awal menolak membuka data itu.
"Ya janganlah, buat apa dibuka?” tutur Luhut saat diwawancarai wartawan, 15 Maret 2022.
Baca juga: Luhut Klaim Big Data Penundaan Pemilu 2024 Benar, tapi Enggan Buka ke Publik
Meski enggan membuka big data tersebut, Luhut menegaskan bahwa ia tidak berbohong. Ia mengeklaim data tersebut benar-benar ada.
Ia menepis tudingan sejumlah pihak yang meragukan validitas data tersebut ataupun yang menyebut bahwa big data itu tidak benar.
"Ya pasti adalah, masa bohong," kata Luhut.
Luhut mengaku, dirinya banyak mendengar aspirasi dari rakyat soal penundaan pemilu. Dia bilang, masyarakat banyak yang bertanya ke dirinya mengapa harus menghabiskan dana begitu besar untuk pemilu, padahal pandemi virus corona belum selesai.
Tak hanya itu, kepada Luhut, banyak yang menyatakan bahwa kondisi saat ini relatif tenang tanpa pergantian kepemimpinan.
"(Masyarakat bertanya), kenapa mesti kita buru-buru? Kami capek juga dengar istilah kadrun lawan kadrun. Kayak gitu, ya apa istilahnya dulu itulah. Kita mau damai, itu aja sebenarnya," ujar Luhut.
Baca juga: Luhut yang Powerful, Buat Jokowi Marah tapi Berujung Diberi Jabatan Baru
Meski mengeklaim adanya big data soal 110 juta warganet yang menolak pelaksanaan Pemilu 2024, Luhut mengaku tidak pernah memanggil elite partai politik untuk berkonsolidasi membahas ini.
Luhut mengaku paham bahwa upaya menunda pemilu butuh proses yang panjang perlu persetujuan DPR hingga MPR. Namun, dia mengeklaim bakal menyambut baik jika wacana tersebut terealisasi.
(Penulis: M Chaerul Halim | Editor: Nursita Sari)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.