JAKARTA KOMPAS.com - Diah Kusumawardani Wijayanti (46), pendiri Yayasan Belantara Budaya Indonesia (YBBI), sudah 9 tahun mengangkat kecintaan anak indonesia dengan budaya Indonesia.
"Kami melestarikan tari tradisional Indonesia. Di mana kami membangun sekolah di berbagai daerah untuk mereka yang ingin belajar dengan gratis. Di mana sekolah itu didirikan, maka kearifan lokal di daerah tersebut yang dilestarikan," kata Diah kepada Kompas.com.
Baca juga: Kartini di Balik Dapur, Ibu Rumah Tangga Ini Rutin Berbagi Nasi Setiap Jumat di Depok
Diah mengaku melakukan hal ini untuk menanamkan kecintaan budaya nusantara dan memberikan akses secara cuma-cuma kepada siapa saja.
"Jadi kami ingin anak Indonesia bangga dengan tari tradisional daerahnya masing-masing. Agar rasa kebanggaan atas daerahnya itu kuat." kata Diah.
Melalui yayasannya tersebut, Diah kini membantu 5.342 orang dari berbagai kalangan untuk melestarikan budaya nusantara.
"Saya memiliki sekolah tari dan musik gratis yang diikuti 5.342 siswa yang tersebar di Jakarta, Bandung, Cirebon, Bogor, dan Nusa Tenggara Timur," kata Diah.
Diah mengatakan, ribuan siswa tersebut terdiri dari berbagai golongan usia maupun kalangan.
Baca juga: Menjadi Kuat Seperti RA Kartini...
"Pesertanya itu anak-anak, remaja, dewasa, sampai orang tua yang tergabung dari berbagai kelangan. Dari usia 3 tahun sampai 70 tahun," ungkap Diah yang juga menjabat sebagai Ketua Komunitas Perempuan Pelestari Budaya.
Diah mengatakan para siswa sekolah tarinya sudah melakukan pentas tari hingga ke luar negeri.
"Paling jauh mereka mentas ke New York, kita juga pernah mentas tour keliling India, Ke kanada, ke Azerbaijan. Insya Allah tahun ini ke Frankfurt, Jerman," ucap Diah dengan bangga.
Diah bercerita, awal mula gerakan ini dilakukan lantaran ia melihat sosok anaknya yang tidak lebih menggemari budaya nusantara dibandingkan luar negeri.
"Awalnya saya melihat anak saya yang lebih memilih latihan menari balet dari pada tradisional," kata Diah.
Situasi itu menyadarkan Diah bahwa ada banyak anak juga di luar sana yang tidak lebih tertarik terhadap budaya Indonesia.
"Kebetulan saat itu usia 35 tahun, saya memiliki target untuk bisa berguna bagi orang lain," lanjut dia.
Kesadaran dan keinginan Diah kemudian seakan didukung semesta ketika ia mendapat beasiswa S2 di Universitas Indonesia (UI).