Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/05/2022, 15:50 WIB
Mita Amalia Hapsari,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Nama Kampung Apung Kapuk Teko mungkin terdengar asing bagi sebagian orang.

Perkampungan ini bukan nama tempat wisata baru yang menyuguhkan wahana rekreasi keluarga, melainkan bukti nyata kegigihan manusia menghadapi bencana.

Kampung ini terletak di RT 010 RW 001, Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat. Bersembunyi di balik gang-gang kecil, kampung ini berada tidak jauh dari Jalan Kapuk Raya.

Baca juga: Kisah Kampung Apung yang Dahulu Rimbun Penuh Pohon, Kebun, dan Empang...

Memasuki jalur yang hanya bisa dilintasi sepeda motor dan pejalan kaki, gang tersebut awalnya terlihat seperti gang pada umumnya.

Namun, ketika berjalan beberapa puluh meter saja dari Jalan Raya Kapuk, langkah kaki akan mulai menapaki sebuah jembatan panjang yang terbuka nan sempit.

Sebuah permukiman warga terlihat menyambut di ujung jembatan. Di sisi kanan dan kiri pada jembatan tanpa pembatas tersebut, hanya terlihat hamparan air.

Baca juga: Kisah di Balik Nama Kampung Apung, Berawal dari Kekompakan Warga Hadapi Musibah...

Rumah-rumah yang berdiri di atasnya pun seperti rumah yang mengapung di atas sebuah danau yang dalam.

Dengan gemerlap lampu-lampu bohlam yang bertengger di rumah, kampung apung ini terlihat indah di malam hari.

Di balik itu semua, Kampung Kapuk Teko menyimpan misterinya sendiri. Faktanya, rumah di kampung tersebut tidak mengapung di atas air danau, rumah-rumah itu justru berdiri di atas bangunan rumah yang sudah terendam banjir puluhan tahun.

Baca juga: Mengenang Masa-masa Kejayaan Budidaya Ikan Lele di Kampung Apung

Rudi Suwandi (52) Ketua RT 010/001 menceritakan bahwa Kampung Kapuk Teko sudah terendam secara bertahap pada 1996.

"Awalnya kita mulai terendam banjir selama 6 bulan. Kalau hujan banjir, awalnya 40-50 sentimeter. Lalu, 1999 itu sudah banjir permanen, artinya sepanjang tahun enggak kering-kering. Nah, sekarang banjir di Kampung Kapuk Teko sudah 2,4 meter," kata Rudi, yang sudah turun menurun tinggal di sana.

Rudi mengatakan, ketinggian banjir kini sudah menenggelamkan permukiman hingga ke atap rumah.

Baca juga: Harapan Warga Kampung Apung kepada Siapa Pun Presiden yang Terpilih...

Akibat bencana yang tidak diketahui penyebabnya itu, warga pun terus berupaya menyelamatkan tempat tinggalnya.

"Dulu banyak rumah yang enggak punya lantai 2. Pas air naik, akhirnya satu rumah itu habis. Akhirnya direnovasilah, dan atapnya itu dijadikan dasar rumah baru, bangun lagi ke atas. Ada yang menguruk tanah kalau mampu. Kalau enggak mampu, ya dibikin panggung dengan kayu," jelas Rudi.

"Jadi rumah yang sekarang itu sudah berada di atap rumah atau di lantai duanya. Di bawah kita ini rumah jaman dulu," lanjut Rudi.

Makam yang tenggelam

Selain permukiman warga, Rudi mengatakan bahwa wilayah Kampung Kapuk Teko juga sebagian diisi pemakaman seluas 1 hektar.

Saat permukiman terendam, pemakaman pun turut terendam.

"Kalau tanah permukiman warga itu di tanah milik kita. Tapi, sebagian wilayah RT 10 itu adalah area pemakaman. Sekarang sudah terendam juga. Pemakaman itu berada tepat di pintu masuk kampung, tepat di sisi kanan dan kiri jembatan," ungkap Rudi.

Baca juga: Selain Rumah Warga, Makam Juga Terendam Air Selama Bertahun-tahun di Kampung Apung

Rudi mengatakan tanah pemakaman itu sudah ada sejak generasinya yang terdahulu.

"Makam itu sudah lama sekali. Dulu kakek saya juga bilang kalau makam tersebut sudah ada dari jaman kakeknya dia," kata Rudi.

Lebih lanjut, Rudi menceritakan, saat hari Lebaran tiba, beberapa orang akan terlihat menabur bunga dari atas jembatan.

Ia mengatakan, orang-orang tersebut ada peziarah. Mereka melakukan ziarah pada mendiang sanak keluarga yang dimakamkan di pemakanan yang sudah terendam banjir selama puluhan tahun itu.

"Kalau lebaran memang ada peziarah yang datang, karena kuburannya sudah terendam air, jadi mereka menabur bunga dari atas jembatan." ujar Rudi.

Legenda Kapuk Teko dan ulama

Di balik misteri terendamnya Kampung Kapuk Teko, Rudi mengatakan bahwa pemakaman itu juga memiliki ceritanya tersendiri.

"Dulu ada yg bilang makam tersebut diwakafkan oleh empat orang. Tapi ini menurut hasil omongan turun menurun saja," ungkap Rudi.

Suatu hari, Rudi pernah mendapatkan beberapa orang luar wilayahnya, mengunjungi perkampungan. Orang-orang tidak dikenal itu bertanya tentang makam seorang ulama.

"Beberapa orang luar daerah pernah datang ke sini dan bertanya 'katanya ada makam ulama di sini?'," kenang Rudi.

Rudi mengaku kaget dengan pertanyaan orang-orang tersebut. Pasalnya, ia dan warga di sana pun tidak mengetahui tentang adanya makam ulama di kampungnya.

"Saya beberapa kali ditanya begitu. Tapi saya dan warga di sini pun enggak tahu soal itu," kata dia.

Namun demikian, ia mengingat ada beberapa cerita yang beredar di masyarakat tentang sejarah nama kampungnya, Kampung Kapuk Teko.

"Kampung ini dinamakan Kapuk Teko sudah sangat lama. Sudah bergenerasi-generasi, tapi enggak ada yang tahu kenapa dinamakan teko. Ada bermacam-macam cerita turun menurun yang beredar tentang sejarah nama itu," ungkap Rudi.

Ia bercerita, salah satu legenda yang paling menarik yaitu tentang adanya seorang ulama yang dijuluki Ulama Teko sekitar tahun 900 masehi.

"Ada seorang ulama yang dijuluki Ulama Teko, nama aslinya enggak tahu. Ada yang bilang dari Uzbekistan. Katanya dia menyebarkan Islam sebelum masanya Wali Songo," ujar Rudi menceritakan legenda tersebut.

Berdasarkan cerita tersebut, nama Ulama Teko kemudian diadaptasi menjadi nama kampung yang kini ditinggalinya hingga sekarang.

Rudi mengaku tidak mengetahui kebenaran dari sejarah kampungnya tersebut. Namun, jika cerita itu benar, ia berharap ada peneliti yang mau mengungkap hal tersebut.

Sebagai warga asli Kampung Kapuk Teko, ia dan warga lain tentu ingin mengetahui dan mengenang asal-usul kampungnya yang unik tersebut.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Malangnya Pasutri di Gambir: Ditusuk Adik Ipar Saat Tagih Utang Rp 300 Ribu dan Berujung Tak Bisa Bayar Biaya RS Rp 30 Juta

Malangnya Pasutri di Gambir: Ditusuk Adik Ipar Saat Tagih Utang Rp 300 Ribu dan Berujung Tak Bisa Bayar Biaya RS Rp 30 Juta

Megapolitan
Satu Pemeran Film Dewasa Diperiksa Hari Ini, Polisi Cecar 40 Pertanyaan

Satu Pemeran Film Dewasa Diperiksa Hari Ini, Polisi Cecar 40 Pertanyaan

Megapolitan
Heru Budi Klaim Warga Kampung Bayam Mau Direlokasi, Tapi Warga Minta Sejumlah Syarat

Heru Budi Klaim Warga Kampung Bayam Mau Direlokasi, Tapi Warga Minta Sejumlah Syarat

Megapolitan
Polisi Selidiki Dugaan Rumah Nenek di Rawamangun Sengaja Dibakar

Polisi Selidiki Dugaan Rumah Nenek di Rawamangun Sengaja Dibakar

Megapolitan
Anak-anak Rentan Jadi Korban Prostitusi 'Online', KPAI: Mereka Kehilangan Figur Berlapis

Anak-anak Rentan Jadi Korban Prostitusi "Online", KPAI: Mereka Kehilangan Figur Berlapis

Megapolitan
Pengamat Politik Anggap Manuver PSI kepada Kaesang Layaknya Permainan Sepak Bola

Pengamat Politik Anggap Manuver PSI kepada Kaesang Layaknya Permainan Sepak Bola

Megapolitan
5 Kali Tuntutan Wowon dkk Ditunda, Kuasa Hukum: Kami Kecewa karena Berlarut-larut

5 Kali Tuntutan Wowon dkk Ditunda, Kuasa Hukum: Kami Kecewa karena Berlarut-larut

Megapolitan
Kondisi Terkini Pasar Kutabumi Usai Diserang dan Dirusak Kelompok OTK

Kondisi Terkini Pasar Kutabumi Usai Diserang dan Dirusak Kelompok OTK

Megapolitan
Dinas LH Sebut Belum Semua Gedung Swasta di DKI Pasang 'Water Mist'

Dinas LH Sebut Belum Semua Gedung Swasta di DKI Pasang "Water Mist"

Megapolitan
Rute Transjabodetabek D11 Depok-Stasiun LRT Harjamukti

Rute Transjabodetabek D11 Depok-Stasiun LRT Harjamukti

Megapolitan
Manuver PSI bersama Kaesang, Pengamat Politik: Masyarakat Perlu Hati-hati

Manuver PSI bersama Kaesang, Pengamat Politik: Masyarakat Perlu Hati-hati

Megapolitan
Nasib Apes Pesepeda Meninggal Usai Tersenggol Motor Lawan Arah di Marunda

Nasib Apes Pesepeda Meninggal Usai Tersenggol Motor Lawan Arah di Marunda

Megapolitan
Masa Kampanye Pilkada Diwacanakan Hanya 30 Hari, Ketua DPP Golkar: Semestinya Tidak Jadi Kendala

Masa Kampanye Pilkada Diwacanakan Hanya 30 Hari, Ketua DPP Golkar: Semestinya Tidak Jadi Kendala

Megapolitan
Heru Budi Sudah Bahas Revitalisasi Blok G Tanah Abang dengan Pasar Jaya

Heru Budi Sudah Bahas Revitalisasi Blok G Tanah Abang dengan Pasar Jaya

Megapolitan
Terkejutnya Nelayan di Kali Baru, Temukan Sapi Hidup di Tengah Laut Saat Hendak Menangkap Ikan

Terkejutnya Nelayan di Kali Baru, Temukan Sapi Hidup di Tengah Laut Saat Hendak Menangkap Ikan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com