Dari pertanyaan tersebut, Idris menjelaskan ketika itu bahwa Pemkot Depok sudah memerintahkan Sat Pol PP dan Dinas Kependudukan untuk melakukan tindakan terhadap aktivitas penertiban di tempat-tempat kos dan apartemen.
"Dan saya tidak mengatakan penertiban LGBT secara khusus, tidak. Mungkin, di antaranya (penertiban tersebut) ada penyimpangan-penyimpangan seksual, tidak hanya LGBT," tuturnya.
Sebagai pemegang tampuk kekuasaan di ranah eksekutif, Idris mengatakan bahwa sudah tugas dan peran pemerintah untuk memberdayakan seluruh masyarakat untuk menjadi orang-orang yang baik.
"Yang taat pada negara ini dengan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, itu intinya," katanya.
Kalau diberdayakan saja susah, kata Idris, maka Pemerintah memiliki tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) yakni penertiban. Penertiban ini, lanjut Idris, ada di setiap pemerintahan manapun dan tidak hanya terfokus pada LGBT.
"Seluruh tindakan yang melanggar norma baik norma negara maupun norma etnis bangsa dan norma agama, itu ada ketentuan penertibannya, jadi bukan hanya LGBT," paparnya.
Kontroversi selanjutnya di Depok pada era Idris yakni munculnya Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) inisiatif tentang Penyelenggaraan Kota Religius (PKR).
Raperda itu mengatur tentang bagaimana warga Kota Depok menjalankan ajaran agama dan kepercayaannya, termasuk cara berpakaian.
Beberapa pasal dari isi Raperda itu dinilai diskriminatif dan memicu adanya konflik antar umat beragama.
Baca juga: Masuk Pansus DPRD, Raperda Kota Religius Diharapkan Tidak Intervensi Urusan Privat Warga Depok
Berdasarkan draft Peraturan Daerah Kota Depok tentang Penyelenggaraan Kota yang didapat Kompas.com, pada BAB V mengatur tentang Pelaksanaan Norma-norma Dalam Kehidupan Masyarakat. Etika Berpakaian diatur dalam Pasal 14 yang berbunyi:
(1) Setiap orang wajib berpakaian yang sopan sesuai ajaran agamanya masing- masing, norma kesopanan masyarakat Kota Depok.
(2) Setiap pemeluk agama wajib saling menghormati dan menghargai tata cara dan batasan berpakaian sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing.
(3) Setiap lembaga, baik pemerintah daerah maupun swasta di Kota Depok mengatur dan menetapkan ketentuan berpakaian bagi setiap pegawai, karyawan dan/atau orang yang berada dibawah tanggung jawabnya atau lingkungan kerjanya dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, cara berpakaian menurut ajaran agamanya dan/atau norma kesopanan masyarakat Kota Depok.
Apabila peraturan tersebut tidak dilaksanan, masyarakat dapat diberikan sanksi administratif yang diatur dalam Pasal 18 Ayat 2.
Kebijakan parkir khusus perempuan atau ladies parking yang banyak diterapkan sejumlah pengelola perparkiran di Depok menuai kontroversi.