JAKARTA, KOMPAS.com - Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono mengatakan, keputusan Presiden Joko Widodo melonggarkan ketentuan pemakaian masker di tempat terbuka sebagai aturan yang membingungkan.
"Jadi membingungkan masyarakat. Menurut saya tidak perlu ada anjuran seperti itu," ujar Pandu saat dihubungi, Rabu (18/5/2022).
Baca juga: Jokowi Bolehkan Lepas Masker, Warga: Belum Endemi tapi Prokes Dilonggarkan Sebebas Itu, Kontradiktif
Menurut Pandu, aturan yang dilonggarkan seharusnya bukan terkait penggunakan masker, tetapi kebijakan terkait pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
"Kalau dilonggarkan itu bukan maskernya, tapi PPKM-nya," ucap Pandu.
"Mengedukasi masyarakat bukan hanya pakai masker kan, tetapi 3M, prokes. Itu satu kesatuan," kata dia.
Sementara itu, epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman berharap, anjuran melepas masker di tempat terbuka bukan dinilai sebagai euforia.
"Kita harus hati-hati, terutama narasinya. Dalam artian jangan sampai membangun euforia atau percaya diri berlebihan yang akhirnya membuat kita abai dan merugikan kita sendiri," ujar Dicky.
Baca juga: Masyarakat Boleh Lepas Masker di Luar Ruangan, Satpol PP Jakpus Hapus Razia Tertib Masker
Sebelumnya, kebijakan pelonggaran pemakaian masker di luar ruangan diungkapkan Jokowi pada Selasa (17/5/2022) sore.
Selain itu, Jokowi mengumumkan bahwa masker masih perlu digunakan di luar ruangan jika terjadi kepadatan orang. Selebihnya, di dalam ruangan, Jokowi menegaskan bahwa masker tetap wajib dikenakan.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan alasan pemerintah memutuskan untuk melonggarkan penggunaan masker di ruang terbuka.
Budi mengatakan, hasil pengamatan Kemenkes, varian baru Covid-19 khususnya subvarian Omicron BA.2 tidak menyebabkan lonjakan kasus Covid-19 di Tanah Air.
Kondisi di Indonesia ini, kata dia, berbeda dengan kondisi pandemi Covid-19 di negara-negara besar seperti China dan Amerika Serikat.
Baca juga: Jokowi Bolehkan Warga Lepas Masker, Pemkot Bekasi Akan Percepat Vaksinasi Booster
"BA.2 itu sudah dominan juga di Indonesia dan di India, tetapi berbeda dengan negara-negara lain seperti China dan Amerika Serikat, kita tidak mengamati adanya kenaikan kasus yang tinggi dengan adanya varian baru itu," kata Budi dalam konferensi pers secara virtual melalui kanal YouTube BNPB, Selasa kemarin.
Budi mengatakan, kenaikan kasus Covid-19 tidak terjadi karena sebagian besar masyarakat sudah memiliki imunitas yang baik.
Ia mengatakan, hasil sero survei di Jawa-Bali menunjukkan bahwa 99,2 persen masyarakat di Jawa-Bali sudah memiliki antibodi terhadap Covid-19 dan memiliki titer antibodi yang cukup tinggi. Antibodi tersebut, lanjutnya, berasal dari vaksinasi Covid-19 dan infeksi dari virus Corona.
"Hasil riset di seluruh dunia menunjukkan bahwa kombinasi dari vaksinasi ditambah dengan infeksi, membentuk apa yang di kalangan sains disebut super immunity, jadi kekebalannya atau kadar antibodi tinggi dan bisa bertahan lama," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.