Tawaran sales itu diabaikan Anwar lantaran ia masih tidak mengetahui secara pasti kapan stok minyak goreng curah bersubsidi itu akan diperoleh.
"Kayaknya enggak mau jadi ambil, sudah saya cancel. Soalnya ribet, katanya pembeli wajib menunjukkan KTP," pungkasnya.
Pedagang sembako lainnya di Pasar Agung, Depok bernama Ari (45), mengaku tidak menjual minyak goreng curah bersubsidi yang telah ditetapkan pemerintah dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp 14.000 per liter.
Menurut dia, pendaftaran calon pembeli hanya membuat ribet dirinya sebagai seorang pedagang. Sebab, dia berjualan hanya ditemani istrinya tanpa mempunyai karyawan.
"Intinya kalau mau ikut yang subsidi ribet aja, karena (pembeli) harus daftar dulu. Bukannya enggak kepengin, tapi karena enggak kepegang aja," kata Ari di Pasar Agung, Rabu (25/5/2022).
Bahkan, lanjut Ari, calon pembeli minyak goreng curah bersubsidi harus daftar terlebih dahulu menggunakan kartu tanda penduduk (KTP).
"Apalagi belum ngeliterinnya satu-satu (pesanan konsumen), entar lagi nulisin (data calon pembeli) datang lagi orang pada ngantre. Itu juga bikin repot," tambah Ari.
Kendati demikian, Ari lebih memilih menjual minyak goreng curah dari supplier tangan kedua dengan harga jual Rp 18.000 per kg dan minyak goreng kemasan tertentu dengan harga jual berkisaran Rp 46.000 per dua liter.
Sebab, kata dia, minyak gorengnya juga telah mengalami penurunan harga.
"Minyak goreng curah Rp 18.000 per satu kg. Iya turun, kan pas Lebaran kan harganya Rp 22.000. Dan kalau minyak kemasan sama kayak di supermarket berkisaran Rp 46.000 atau Rp 48.0000 per dua liter," ujarnya.
Di sisi lain Ari mengungkapkan, biasanya pasokan minyak goreng bersubsidi diatur oleh pengelola Pasar Agung. Sehingga, para pedagang sembako tidak kesulitan untuk mendapatkannya.
"Kalau (minyak goreng) subsidi memang biasanya dibantuin sama orang (pengelola) pasar, cuma ya enggak tentu, kadang dia nyariin juga. Jadi saya enggak mesti nyari dari luar karena di sini juga dibantu," ujar dia.
Selain itu, pembeli juga mengeluh mendengar persyaratan tersebut yang dinilai agak menyusahkan mereka dalam memperoleh minyak.
Seperti yang disampaikan salah seorang warga Kota Bekasi yang juga merupakan ibu rumah tangga bernama Indira (34).
Menurut dia, kebijakan tersebut justru membuat warga kesulitan membeli bahan pokok tersebut.
"Beli minyak tunjukin KTP ya justru menyusahkan buat warga. Ini kita datang ke pasar buat belanja kok malah menyerahkan identitas diri," keluh Indira kepada wartawan, Rabu (25/5/2022).
Selain menyulitkan, Indira menilai kebijakan tersebut justru membuang-buang waktu dan tidak praktis bagi para pembeli.
"Buang-buang waktu dan tidak praktis. Belum lagi kita juga takut, kalau identitas diri kita justru disalahgunakan," tambah dia.
Selain itu, pedagang makanan bernama Anton (30) juga mengeluhkan hal yang sama.
Menurut dia, menunjukkan KTP saat membeli minyak goreng hanya membuang waktu dan justru mempersulit pembeli.
"Kalau terus menerus dipersulit seperti ini, ya, kita pedagang sulit juga lah buat jual ke pembeli," ucap Anton.
Selain pedagang dan pembeli, tokoh ekonom pun turut bersuara terkait kebijakan tersebut.
Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai kebijakan pemerintah menjadikan KTP sebagai syarat membeli minyak goreng curah Rp 14.000 per liter justru menyusahkan pembeli.