JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Seksi Intel Komando Resor Militer 133/Nani Wartabone, Kodam XIII/Merdeka, Kolonel Infanteri Priyanto, telah menjalani vonis atas kasus penabrakan dan pembuangan sejoli Handi Saputra (17) dan Salsabila (14).
Priyanto dan dua anak buahnya, Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Ahmad Soleh, membuang tubuh Handi dan Salsabila ke Sungai Serayu, Jawa Tengah, usai menabrak sejoli tersebut di Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 8 Desember 2021.
Anak buahnya sempat menawarkan agar korban dibawa ke rumah sakit usai kecelakaan. Namun, hal itu tidak digubris Priyanto.
Divonis seumur hidup dan dipecat
Priyanto akhirnya divonis penjara seumur hidup dan dipecat dari institusi Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat (AD).
Vonis dibacakan majelis hakim di Pengadilan Militer Tinggi II, Cakung, Jakarta Timur, Selasa (7/6/2022).
Baca juga: Kolonel Priyanto Divonis Penjara Seumur Hidup dan Dipecat dari TNI
"Menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa berupa pidana pokok penjara seumur hidup. Pidana tambahan, (terdakwa) dipecat dari dinas militer," kata hakim ketua Brigadir Jenderal Faridah Faisal membacakan vonis, Selasa kemarin.
Priyanto dinilai terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), merampas kemerdekaan orang lain sebagaimana Pasal 333 KUHP, dan menghilangkan mayat sebagaimana Pasal 181 KUHP.
Hakim juga memerintahkan agar Priyanto tetap ditahan.
Vonis yang dijatuhkan hakim sama dengan tuntutan oditur. Bedanya, Pasal 328 KUHP tentang penculikan tidak dimasukkan dalam vonis.
Baca juga: Kolonel Priyanto Dipecat TNI dan Akan Dijebloskan ke Penjara Sipil
Hal yang memberatkan vonis
Hakim menyampaikan hal-hal yang meringankan dan memberatkan terdakwa.
"(Hal meringankan), terdakwa telah berdinas selama kurang lebih 28 tahun dan belum pernah dipidana maupun dijatuhi hukuman disiplin," tutur Farida.
Farida juga menyebutkan, Priyanto menyesali perbuatannya.
Kemudian, untuk hal memberatkan, Priyanto dalam kapasitasnya sebagai prajurit berpangkat kolonel, seharusnya melindungi kelangsungan hidup negara, bukan membunuh rakyat yang tidak berdosa.
Baca juga: Kolonel Priyanto Divonis Seumur Hidup dan Dipecat, Tunjangan Pensiunnya Terancam Dicabut
"Bahwa perbuatan terdakwa telah merusak citra TNI Angkatan Darat, khususnya kesatuan terdakwa di mata masyarakat," tutur Faridah.
Hakim menilai, perbuatan terdakwa juga bertentangan dengan kepentingan militer yang senantiasa menjaga soliditas dengan rakyat dalam rangka mendukung tugas pokok TNI.
"Aspek rasa keadilan masyarakat bahwa perbuatan terdakwa bertentangan dengan nilai kearifan lokal di masyarakat," kata Faridah.
Faridah melanjutkan, perbuatan terdakwa bertentangan dengan norma hukum yang tertuang dalam Pancasila dan tidak mencerminkan nilai peri kemanusiaan yang beradab.
"Perbuatan terdakwa merusak ketertiban, keamanan, dan kedamaian dalam masyarakat," ujar Faridah.
"Mengingat perbuatan terdakwa yang sedemikian berat, maka kondisi psikologis masyarakat secara umum dan secara khusus kondisi psikologis para keluarga korban, sehingga dalam penjatuhan pidana terdakwa harus setimpal dengan perbuatan yang dilakukannya," kata Faridah.
Pikir-pikir banding
Usai pembacaan vonis, hakim memberikan waktu agar terdakwa menyampaikan sikapnya, menerima putusan atau menyatakan banding.
Priyanto kemudian berunding dengan tim kuasa hukum.
"Kami nyatakan pikir-pikir," tutur Priyanto.
Baca juga: Divonis Seumur Hidup dan Dipecat dari TNI, Kolonel Priyanto Pikir-pikir Banding
Sementara itu, Oditur Militer Tinggi II Jakarta Kolonel Sus Wirdel Boy juga menyatakan pikir-pikir atas vonis tersebut.
Wirdel membuka kemungkinan banding karena ada perbedaan pasal yang dipakai oditur dalam tuntutan dengan pasal yang digunakan hakim dalam vonis.
Meskipun, faktanya, tuntutan dan vonis yang dijatuhkan hakim sama, yakni Priyanto dipidana penjara seumur hidup dan dipecat dari TNI.
Dalam tuntutan, oditur menggunakan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana, Pasal 328 KUHP tentang Penculikan, Pasal 333 KUHP tentang Kejahatan terhadap Kemerdekaan Orang, dan Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat.
Namun, dalam vonis, hakim tidak menyertakan Pasal 328 KUHP.
"Berbeda dalam hal pembuktian pasal sama penentuan status barang bukti," ujar Wirdel usai pembacaan vonis, Selasa kemarin.
Perbedaan itu, lanjut Wirdel, akan digunakan pihaknya untuk tetap mengajukan banding.
"Dampak terhadap vonis, kan memang sesuai dengan tuntutan. Tetapi kebenaran objektif kan harus kita kemukakan. Karena kan sangat memungkinkan adanya upaya banding dari terdakwa maupun oditur," kata Wirdel.
Priyanto akan ditahan di lapas sipil
Juru Bicara Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Kolonel Chk Hanifan Hidayatullah mengatakan, berdasarkan keputusan majelis hakim, Priyanto sudah tidak layak dipertahankan sebagai prajurit.
"Mengenai layak atau tidaknya terdakwa untuk dipertahankan sebagai prajurit, menurut majelis bahwa terdakwa sudah tidak layak lagi dipertahankan sebagai prajurit. Karena tadi, sifat perbuatan terdakwa itu dianggap sudah tidak memenuhi lagi," kata Hanifan kepada awak media usai pembacaan vonis.
Hanifan menyebutkan, Priyanto juga akan ditahan di lembaga pemasyarakatan (lapas) sipil.
Itu terjadi jika Priyanto dan oditur tidak mengajukan banding dalam waktu tujuh hari kerja.
"Nanti setelah dalam waktu tujuh hari, berkekuatan hukum tetap, terdakwa menjalani pidananya itu bukan lagi di penjara militer, namun di lapas sipil karena dia sudah dipecat," tutur Hanifan.
Selain itu, tunjangan-tunjangan yang selama ini diperoleh Priyanto juga akan dicabut.
"Konsekuensi dari pemecatan itu semua hak-hak rawatan kedinasannya itu dicabut. Jadi sudah tidak ada lagi untuk menerima pensiun ataupun tunjangan-tunjangan lainnya," kata Hanifan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.