JAKARTA, KOMPAS.com - Yohanes Parapat dan Madya Andreas Agus Wurjanto, dua dosen di sekolah tinggi agama di Jakarta Utara, mengaku dipecat usai melaporkan dugaan pemalsuan nilai dan tanda tangan oleh mahasiswa ke kepolisian.
Dua dosen itu melapor ke Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya. Laporan itu terdaftar dengan nomor laporan STTLP/B/6294/XII/2021/ SPKT/Polda Metro Jaya tertanggal 15 Desember tahun lalu.
Alih-alih mendapatkan pembelaan atas laporannya itu, pihak kampus justru memberikan alasan janggal yang berkait dengan pemecatannya. Yohanes merasa alasan tersebut dibuat-buat.
Baca juga: Sebelum Dipecat, Dosen di Jakut Duga Mahasiswa Palsukan Nilai dan Tanda Tangan hingga Bisa Wisuda
"Di dalam surat keputusan yang di tanda tangani oleh ketua yayasan alasannya (dipecat) karena efisiensi dan efektifitas," kata Yohanes Parapat saat dihubungi Kompas.com, Senin (13/6/2022).
Menurut Yohanes, selama menjadi dosen di sekolah tinggi tersebut, dirinya belum pernah mendapat teguran hingga menerima surat peringatan dari pihak kampus. Tiba-tiba, ia diberhentikan begitu saja.
"Belum pernah ada hal-hal seperti itu tiba-tiba muncul saya menerima surat pemberhentian," ungkap dia.
Yohanes menduga bahwa dirinya dipecat akibat melaporkan mahasiswanya ke Polda Metro Jaya. Setidaknya ada lima mahasiswanya diduga memalsukan dokumen dan tanda tangan agar dapat lulus kuliah.
"Itu yang di-scan tanda tangan staf saya Andreas Agus, jadi dia tidak pernah memberikan izin tanda tangannya untuk dipakai," ucap Yohanes.
Pada 2020 terdapat beberapa mahasiswa dari program studi magister Teologi menjalani wisuda. Padahal, kata Yohanes, mahasiswa tersebut belum mendapat nilai dari beberapa mata kuliah yang wajib diikuti.
"Lalu berlanjut pada wisuda 2021, kembali ada wisuda pada mahasiswa dan mahasiswi, artinya lebih banyak lagi yang juga belum memiliki nilai dalam beberapa mata kuliah," ucap Yohanes.
Baca juga: Diduga Palsukan Tanda Tangan Dosen, Ada Mahasiswa Selalu Bolos tapi Bisa Wisuda
Menurut Yohanes, dirinya beberapa kali mengingatkan mahasiswa tersebut melalui e-mail terkait adanya kekurangan nilai dari mata kuliah tertentu.
Namun, para mahasiswa itu tak kunjung memenuhi kewajiban tersebut, tetapi dapat lulus dan mengikuti wisuda.
"Rata-rata menjawab 'Baik, Pak. Nanti akan kami saya kirim'. Namun sampai pelaksanaan wisuda saya belum menerima tugas, dan ada yang tidak hadir sama sekali dalam kelas," kata Yohanes.
Yohanes pun menduga ada upaya pemalsuan tanda tangan dan nilai yang dilakukan oleh para mahasiswa tersebut. Praktik ilegal ini diduga terjadi sejak 2020.
Sebelum laporan dilayangkan kepada kepolisian, Yohanes mengaku sempat melakukan mediasi dengan mengundang mahasiswa dan para pimpinan sekolah tinggi tempatnya bekerja.
"Saya mengundang melalui tim kuasa hukum, mengundang para mahasiswa dan pimpinan untuk undangan mengklarifikasi dan itu tidak dihadiri baik kepada (sekolah tinggi) maupun mahasiswa," ungkap Yohanes, Sabtu (11/6/2022).
Merasa tak digubris, Yohannes kemudian melayangkan somasi kepada para mahasiswa yang diduga telah melakukan pemalsuan tersebut. Setelah itu, dia pun melaporkan dugaan kasus tersebut ke Polda Metro Jaya.
"Kami sempat memberikan somasi, dijawab, tapi terlambat dan jawab tidak sesuai apa yang ditanyakan. Kami menganggap di luar ada substansi, sampai ada akhirnya 15 desember 2021 saya melapor ke polisi di dampingi kuasa hukum," tutur Yohanes, Senin (13/6/2022).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.