Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Massa Unjuk Rasa Bubar, Lalu Lintas di Depan Gedung DPR/MPR Kembali Dapat Dilintasi

Kompas.com - 15/06/2022, 15:49 WIB
Reza Agustian,
Ivany Atina Arbi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jalan Gatot Subroto menuju arah Gedung DPR/MPR RI kini telah dapat dilintasi pengendara usai demo yang digelar sejumlah organisasi buruh, Rabu (15/6/2022), berakhir.

Berdasarkan pantauan Kompas.com, lalu lintas di Jalan Gatot Subroto tepat di depan Gedung DPR/MPR RI menuju arah Slipi terpantau ramai dan dipadati kendaraan roda dua dan roda empat yang melintas.

Kemudian, sejumlah polisi lalu lintas tampak berjaga mengendalikan kendaraan.

Peserta unjuk rasa dari sejumlah organisasi buruh sebagian besar telah membubarkan diri dari depan Gedung DPR/MPR RI. Unjuk rasa itu sendiri dimulai pukul 10.00 WIB.

Kini, ribuan massa buruh bergerak menuju ke arah Selatan Jalan Gatot Subroto.

Baca juga: Demo Buruh Sempat Ricuh, Presiden Partai Buruh Sebut Hanya Salah Paham

Namun, hingga saat ini masih ada pedemo yang menyuarakan tuntutan mereka bawa dari atas mobil komando.

Sebagai informasi, sekitar 10.000 buruh akan menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, pada Rabu.

Presiden Partai Buruh Saiq Iqbal mengatakan, ada lima tuntutan yang akan disampaikan dalam demo hari ini.

Pertama, buruh menolak revisi Undang-Undang (UU) Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP) karena pembahasannya kejar tayang dan tidak melihat partisipasi publik secara luas.

"Kami mendapat informasi, revisi UU PPP hanya dibahas 10 hari di Baleg, padahal UU PPP adalah ibu dari undang-undang, di mana kelahiran semua undang-undang harus mengacu secara formil ke UU PPP," kata Said dalam keterangannya, Selasa (14/6/2022).

Baca juga: Penyebab Demo Buruh di Gedung DPR Sempat Ricuh, Massa Protes Keberadaan Kawat Berduri

Kedua, buruh menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja karena merugikan buruh, seperti contohnya outsourcing seumur hidup, upah murah, PHK mudah, hingga pesangon yang rendah.

"Sama seperti penolakan terhadap UU PPP, dalam menolak UU Cipta Kerja kami juga akan melakukan judicial review, baik formil maupun materiil," kata Said.

"Selanjutnya adalah dengan mengampanyekan jangan pilih parpol dan politisi yang mendukung Omnibus Law UU Cipta Kerja," tutur Said.

Ketiga, buruh menolak masa kampanye pemilu hanya 75 hari, tetapi harus sembilan bulan sesuai undang-undang.

Kemudian, dua isu terakhir yang akan diangkat adalah mendesak agar UU PPRT (Perlindungan Pekerja Rumah Tangga) segera disahkan dan menolak liberisasi pertanian melalui WTO.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com