JAKARTA baru saja merayakan hari jadinya yang ke-495. Rentang sejarah yang sangat panjang. Sejak masih menjadi bandar kecil bernama Sunda Kelapa. Berevolusi menjadi Jayakarta, Batavia dan Jakarta sampai sekarang.
Jakarta hari ini, tentu berbeda dengan ratusan tahun lalu. Tapi, ada benang merah yang mengikatnya.
Kota ini sudah bersifat kosmopolitan dan global sejak hampir lima abad lalu. Kota ini menjadi arena pergaulan internasional, khususnya pada sektor perdagangan.
Seorang sarjana Australia, Lance Castels bahkan menyatakan “Di Jakarta, Tuhan menciptakan orang Indonesia.”
Tidak berlebihan kalau menyebut Jakarta adalah miniatur Indonesia. Kota ini menjadi melting pot, tempat bertemu dan berinteraksinya beragam suku, etnis, bahkan bangsa.
Tulisan Castels memang sempat disalahpahami. Ia dianggap menghina orang Betawi yang dikatakan baru ada di abad ke-20 dan merupakan keturunan para budak yang dibawa Belanda dari berbagai penjuru negeri.
Castels mendasarkan argumennya dari data demografis. Sensus yang dilakukan pada masa kolonial Belanda pada tahun 1615 dan 1815 tidak ditemukan catatan mengenai keberadaan etnis Betawi.
Castels justru menyayangkan rendahnya perhatian pada etnis Betawi. Perlu dicatat, bahwa orang Sunda dan orang Betawi kurang terwakili di kalangan elite tidak hanya dalam hubungannya dengan populasi Jakarta, tetapi juga dengan populasi Indonesia secara keseluruhan (Castels, 1967).
Meski Jakarta berkembang dengan amat pesat, masyarakat asli Betawi relatif tidak terlalu merasakan.
Orang Betawi seolah jadi penonton di rumah sendiri. Bahkan, tidak sedikit yang benar-benar terpinggirkan secara harfiah alias pindah dari Jakarta ke daerah sekitar.
Kita memang tidak bisa mengatakan adanya marjinalisasi terhadap masyarakat Betawi. Ada banyak faktor yang berpengaruh terhadap nasib orang Betawi.
Dari sisi pemerintah sebetulnya justru menaruh perhatian khusus. Bahkan, diamanatkan langsung dalam salah satu pasal yang ada pada Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Repubik Indonesia.
Para pemimpin (baca: Gubernur DKI Jakarta) juga memiliki perhatian terhadap masyarakat Betawi, dengan caranya masing-masing.
Mereka juga memiliki jasa yang tidak bisa kita abaikan begitu saja. Sejarah juga mencatat apa saja yang sudah dilakukan, mulai dari Bang Ali Sadikin, Bang Tjokropranolo dan para suksesornya sampai dengan Joko Widodo, Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.